BIM Berbagi

BIM Berbagi

Kamis, 24 Desember 2020

HIDUP ITU PILIHAN

 


Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu bertemu dengan berbagai macam ragam sifat dan karakter manusia, begitupun dalam hal ketaatan ibadah kepada Allah SWT, kita juga menjumpai berbagai macam kebiasaan ibadah yang berbeda-beda meskipun agamanya sama.

Bagi orang Islam, ada yang sholat wajib 5 waktunya selalu berjama’ah di Masjid, ada yang sholatnya sendiri dirumahnya, ada yang sholat subuhnya selalu ditinggalkan karena alasan ngantuk/kecapean dan bahkan ada yang sholatnya hanya seminggu sekali (sholat jum;at saja), lebih parah lagi ada orang Islam yang tidak menjalankan sholat sama sekali.          

Pertanyaannya? Kenapa hal itu bisa terjadi ?        Apakah ajaran Islam belum sampai kepada semua ummat Islam di Indonesia ini ?  

Kalau kita mau jujur, sebenarnya ajaran Islam sudah sampai kepada semua Ummat Islam di seluruh Indonesia ini, lihat saja di pendidikan formal, sejak TK, SD, SMP, SMA dan bahkan Perguruan tinggi selalu di ajarkan Pendidikan Agama Islam dan semua juga sudah faham bahwa Sholat Isya, Subuh, Dhuhur, Ashar dan Maghrib itu WAJIB dilaksanakan oleh orang Islam. 

Sementara di jalur pendidikan non formal sudah tersebar di tengah-tengah masyarakat ada berbagai macam kajian-kajian Islam, Majelis-majelis taklim, Halaqoh dan lain sebagainya bahkan pengajian tabliq akbar disiarkan melalui pengeras suara di masjid-masjid, belum lagi kuliah subuh di Televisi ataupun ceramah di radio dan media massa lainnya. 

Islam sudah tersebar dengan berbagai macam cara dan media, ini bukti bahwa ajaran Islam sudah sampai kepada semua orang yang di KTPnya berstatus agama Islam. Namun mengapa masih saja ada orang Islam yang tidak konsisten (Istiqomah) melaksanakan Sholat wajib 5 waktu tersebut ?

Banyak diantara saudara kita ini yang berdalih karena belum dapat hidayah dari Allah SWT. Apakah ungkapan ini benar ?

Padahal hidayah itu seperti rejeki, harus dijemput dan diupayakan dengan tenaga dan pikiran kita. Seseorang yang ingin mendapatkan rejeki tentunya harus bekerja atau berdagang (berbisnis), jika hanya berdiam diri dirumah tanpa melakukan apa-apa, maka rejeki itupun tidak akan pernah ia dapatkan.

Begitupun hidayah, juga harus dijemput dengan tenaga dan pikiran kita, dan upayanya adalah dengan mengikuti taklim, kajian-kajian Islam, berkumpul dengan orang-orang yang Sholeh, menuntut ilmu agama dan lain sebagainya yang tujuannya adalah untuk menjemput hidayah Allah SWT.

Pertanyaan berikutnya, Kenapa orang tidak mau menjemput hidayah Allah, padahal Allah SWT sudah menjanjikan surga yang indah untuk orang-orang yang taat kepada-Nya dan memberikan hukuman neraka untuk orang-orang yang berkhianat terhadap ajaran-Nya ?

Jawabannya adalah Hidup itu Pilihan. Kita bisa menentukan pilihan dari sekarang ! melaksanakan ajaran Allah SWT dengan segenap tenaga, pikiran dan kemampuan kita untuk meraih surga, atau mengabaikan ajaran-Nya dan neraka adalah balasannya. Dan yang pasti janji Allah itu akan ditepati di akherat nanti.


#Day16desAISEIWritingChallenge


 

Rabu, 23 Desember 2020

MENULIS LAGI HARI INI


Sekian lama larut dalam aktifitas yang terkait dengan urusan ekonomi keluarga cukup menguras energi dan perasaan, hingga kegiatan menulis pun sedikit tersendat.

Bersyukur dalam kurun waktu 2,5 bulan dari kegiatan ini telah lahir karya perdana Kang Mul Jozz 3 buku antologi yang berjudul :
1. Pahlawan dalam Hidupku, bersama Bunda Kanjeng dan Pak Byan serta 35 teman-teman Guru Nusantara.0
2. 21 Kisah Penggugah Jiwa, Bersama Pak Ridwan Nurhadi dan 20 Penulis lainnya.
3. Surat untuk Sahabat, Bersama Pak Ridwan Nurhadi dan para Pengurus BIM Berbagi.

Saat ini sedang dalam proses penulisan buku Solo yang berkisah tentang suka duka Para Penghafal Al-Qur'an yang terdiri dari para Santri dan Para Ustadz dan Ustadzah yang konsisten dalam mengajarkan Hafalan Al-Qur'an kepada masyarakat.

Beberapa calon narasumber sudah siap di wawancara, tinggal menjadwalkan waktunya saja. Semoga proses penulisan buku Solo perdana ini berjalan dengan lancar dan yang terpenting isinya nanti bisa bermanfaat untuk masyarakat luas.



#Day14desAISEIWritingChallenge


Minggu, 13 Desember 2020

HANYA 60-80 TAHUN


Saat seseorang sadar hidupnya di dunia hanya maksimal antara 60 sampai dengan 80 tahun, mestinya harus segera dan selalu mempersiapkan bekal untuk hidup yang jauh lebih lama dan kekal di Akherat kelak.

Hanya saja, karena kehidupan Akherat ini mempunyai banyak versi pemikiran dan cara pandang, akhirnya menyikapi kehidupan inipun berbeda-beda. Padahal kalau kita kembalikan kepada Sang Maha Pencipta Alam semesta dan juga alam Akherat, sudah seharusnya kita mengikuti apa yang seharusnya di lakukan di dunia ini sesuai perintah dan kehendak-Nya.

Hidup sementara untuk mengumpulkan bekal menuju kepada-Nya. Betapa Maha baiknya Tuhan semesta alam ini, sudahlah di sediakan semua fasilitas keperluan hidup kita di dunia, mulai dari nafas, kesehatan, kepandaian, keahlian dan segala hal yang di perlukan untuk mengumpulkan bekal, tetapi kebanyakan kita justru menyia-nyiakannya, justru yang seharusnya potensi itu kita pakai untuk mengumpulkan bekal menuju kehidupan yang kekal, tapi yang terjadi, bekal-bekal itu di habiskan dan di nikmati sendiri di dunia atas nama popularitas, atas nama kekuasaan, atas nama kehormatan.

Hanya keimanan yang tertancap di dada-dada manusia yang mampu menangkap sinyal ini, tentu keimanan yang benar yang sesuai dengan kehendak sang Maha Pencipta kehidupan, baik kehidupan di dunia ini, juga kehidupan di Akherat nanti.

Hanya keimanan yang benar yang mampu menempatkan kita dalam golongan orang-orang yang beriman, golongan orang-orang yang sadar akan kekalnya kehidupan Akherat yang harus di persiapkan bekalnya selama di dunia yang fana ini.

Hanya 60 sampai 80 tahun hidup kita di dunia. Alangkah ruginya kita jika bekal ini tidak mampu kita kumpulkan selama waktu yang singkat ini, padahal kehidupan Akherat itu kekal selamanya. Sementara setelah kematian memisahkan kehidupan di dunia ini dengan kita, kesempatan mengumpulkan bekal itu telah berakhir, artinya sampai di situlah nanti bekal yang kita bawa menghadap Tuhan semesta alam dan Tuhan penguasa hari pembalasan.

Semoga kita termasuk hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa sesuai dengan yang Tuhan semesta alam kehendaki, dan impian kita semua adalah kekal abadi di surga-Nya nanti.

Salam Literasi ......

#Day12desAISEIWritingChallenge

Selasa, 08 Desember 2020

CERBUNG : KEMBALINYA NYAWA ISTRIKU


KEMBALINYA NYAWA ISTRIKU
Oleh Kang Mul Jozz

Peristiwa ini terjadi di akhir tahun 2004 kurang lebih 16 tahun yang lalu, tepatnya 2 bulan sebelum terjadinya Tsunami di Aceh. Peristiwa yang hampir saja merenggut nyawa istriku karena kecelakaan lalu lintas di depan Pasar Mede Cilandak Jakarta selatan, kejadian ini sangat memilukan jika harus di ceritakan kembali.

Berawal dari kunjungan silaturahmi ke tempat kakak-kakak kami di Jakarta dalam suasana Idul Fiti, hal ini menjadi tradisi dalam keluarga kami dan keluarga Muslim lainnya, sebagai wujud penghormatan kami karena sebagai adik bungsu yang harus datang ke saudara-saudara yang lebih tua. 

Salah satu kakak kami yang di Pondok labu sudah kami kunjungi dan sempat menginap semalem di rumah kontrakannya. Saatnya kami silaturahmi ke tempat kakak kami yang tinggal di Cilandak Tengah yang jarak tempuhnya sekitar 20 menit perjalanan menggunakan sepeda motor. 

Ba’da maghrib aku, istriku dan anakku yang baru berumur kurang lebih 1 tahun 7 bulan sudah bersiap menuju ke Cilandak tengah, saat itu suasana hatiku seperti ada sesuatu yang mengganjal, langit sudah gelap karena malam hari sudah tiba, tetapi perasaan saya selain gelap, langit itu mendung dan segera akan turun hujan. Padahal jika memandang ke atas taka da mendung di atas sana.

Sepeda motor ku pacu dengan kecepatan sedang-sedang saja, karena aku tak terbiasa ngebut saat berkendara di jalan raya, apalagi Jakarta, kota yang penuh sesak dengan manusia yang datang dari seluruh Indonesia, jalan raya sudah seperti arena balapan untuk mengejar waktu dan menghindari macet pada jam-jam tertentu. Dalam perjalanan menuju rumah kakakku di Cilandak tengah, aku sempatkan ngobrol sama istri di atas Sepeda motor dalam perjalanan.

"Bun, kita beli makanan yuk buat oleh-oleh” kataku sambil membuka kaca helm yang kupakai, karena saat kaca tertutup terkadang suara ku nggak terdengar oleh istri.

“Yuk, mau beli apa enaknya yah ?” jawabnya sambil bertanya balik.

"Beli buah aja ya, kalau kue kan lebaran gini pasti sudah banyak kue di rumah Bude” timpalku sedikit mengarahkan beli buah-buahan aja.

“Ya sudah cari toko buah aja kalau gitu”istriku mengiyakan usulanku untuk beli buah saja. Sebenarnya rumah kakak yang di Cilandak tengah ini sudah tinggal satu belokan sampai, nsmun karena keinginan membawakan oleh-oleh akhirnya kami harus melewati belokan itu dan meutar jauh untuk mencari took buah.

Cukup lama kami berputar-putar untuk menemukan took buah, karena sudah cukup jauh berjalan nggak mendapatkan toko buah tersebut akhirnya saya menepi ke tukang martabak  pinggir jalan dan sedikit dengan nada putus asa aku bilang ke istri :

“Sudahlah bun, ini saja lah bawain martabak” sungut saya sambil menunjuk tukang martabak di sebelah kiri kami. Dari belakang istriku bilang sambil menunjuk tukang buah di sebrang jalan.

“Itu ada buah yah di sebrang jalan itu” istriku sedikit berteriak sambil menunjuk tukang buah yang berada di sebrang jalan. Aku sedikit kesal karena sudah berhenti di depan tukang martabak malah di kasih tau ada tukang buah di sebrang jalan.

“Muternya jauh itu kalau harus kesitu” sahut saya dan dalam hatipun tidak setuju kalau harus memutar arah lagi. 

“Nyebrang saja lah kalau gitu” istriku sedikit ketus menyela penjelasanku.

“Ya sudah nyebrang aja kalau gitu, ayah sama dede nunggu di sini aja” jawabku setengah tak setuju dengan ide menyebrang jalan hanya untuk membeli buah. 

Bukan tanpa alasan ketidak setujuanku ini, karena aku tau istriku termasuk orang rumahan, jarang sekali keluar rumah kalau tidak ada hal penting yang harus di kerjakan. Apalagi ini jalanan kota Jakarta yang cukup padat dan membahayakan kalau tidak pandai menyebrang jalan.

Dari kejauhan kulihat istriku sudah sampai di tukang buah, dan terlihat seperti tawar menawar harga. Akhirnya buahpun terbeli dengan plastic kresek warna putih bening. Perasaanku belum lega, sebelum istriku sampai di sebrang tempat aku dan anakku menunggunya di atas sepeda motor. 

Kulihat istriku sudah mulai bersiap menyebrang kembali dengan menenteng buah di tangannya. Sebrangan pertama sudah aman dan sudah sampai di pembatas jalan, ku lihat tangannya melambai-lambai ke sebelah kirinya untuk minta di berikan jalan ke pengendara sepeda motor dan mobil. 

Aku bersiap hendak menyalakan sepeda motor Honda Grand tahun 94 kesayangan kami satu satunya, tiba-tiba terdengar suara “Braaakkkkkkk, di depanku terlihat seorang wanita berjilbab dan masih memakai helm terlempar sejauh kurang lebih 5 meter dan membentur trotoar jalan. 

“Astaghfirullah Bunda” spontan saya turun dari sepeda motor dan meninggalkan anakku yang belum tau apa yang sedang terjadi dengan bundanya, aku berlari menghampiri istriku yang tergeletak pingsan di pinggir jalan. Saya lihat tidak keluar darah dari kepala atau badannya.

“Astaghfirullah, koq bisa si Mas tadi gimana ?” kataku ke pengendara sepeda motor yang menabrak isrtiku.

"Tadi istrinya nyebrangnya ragu-ragu pak, kita bawa ke rumah sakit aja pak” jawabnya gugup dan ketakutan. Karena orang-orang di sekitar mulai berdatangan mengerumuni istri saya yang masih pingsan tak berdaya di pinggir jalan.
Dari kerumunan orang itu, ada yang berteriak 

“Bawa ke rumah sakit aja, itu deket koq depan situ paling 1 kilo, rumah sakit Fatmawati” katanya sambil menunjukkan arah rumah sakit. Aku baru teringat anakku sendirian di atas sepeda motor, segera aku menghampiri anakku untuk menggendongnya. 

“Putri” begitu anakku biasa di panggil, dia masih belum sadar apa yang sedang terjadi. Sambil ku gendong aku hampiri istriku yang masih pingsan, tapi betapa kagetnya setelah aku balik badan, istriku sudah tidak ada di tempat dia terjatuh. Aku panik, bingung dan serba salah, orang-orang disekelilingku hanya diam saja tanpa reaksi apa-apa.

“Kemana istriku tadi pak ?” setengah berteriak aku bertanya kepada orang-orang yang tadi berkerumun.

“Dibawa sama yang nabrak tadi mas, paling di bawa ke rumah sakit” katanya sedikit menenangkanku yang benar-benar kalut saat itu. 

Pikiranku sudah tidak karuan, jadi berpikir negatif ke orang yang nabrak tadi, “jangan-jangan istriku di buang di pinggir jalan sama orang itu karena nggak mau tanggung jawab” . kalut, bingung, khawatir campur aduk jadi satu.

Bersambung .........,

#Day08desAISEIWritingChallenge

Sabtu, 05 Desember 2020

TULISAN KE-60


Saya benar-benar tertarik dengan bocah kecil ini, yang pasti ilmu dan cara pandang anak ini di atas rata-rata anak seusianya. Awalnya saya hanya tertarik dengan sekilas ceritanya mulai menulis karena nasehat abinya, lama-lama saya tertarik juga ingin memiliki buku karyanya.

Tak terasa tulisan saya ini adalah tulisan yang ke-60 di blog saya sejak mulai belajar menulis dan mengikuti challenge-challenge yang di adakan AISEI. Selain saya belajar menulis, sebenarnya ada rasa yang lain yang saya rasakan bergabung di AISEI ini, rasa itu adalah saya merasa Indonesia banget.

Di AISEI, selain bertemu di dunia Maya dengan para guru hebat dari seluruh Indonesia (meskipun belum semua propinsi), saya juga merasa berkumpulnya di sini benar-benar merasa di bimbing oleh para senior dari berbagai latar belakang, dan ini membuat saya merasa inilah Indonesia.

Pertanyaan yang timbul di benak para pembaca kepada saya sekarang mungkin "Apakah selama ini tidak merasa Indonesia ?"

Jelas Indonesia dong, jiwa nasionalisme saya tinggi, insya Allah, bendera merah putih saja masih tetap berkibar di teras rumah saya sampai saat ini, padahal selepas bulan Agustus yang lain sudah melipat bendera tersebut. 

Hanya saja beberapa tahun terakhir ini saya merasa prihatin dengan kondisi anak bangsa ini yang terkesan berkelompok-kelompok dan menonjolkan identitas masing-masing, meskipun itu sah-sah saja menurut saya. Tetapi rasa toleransi dan tepi seliro antar masyarakat yang beda pilihan politik mulai memudar khusunya yang terjadi di media sosial.

Tetapi melalui wadah AISEI ini saya merasa fokus kita menjadi lebih jelas yaitu "Menulis" , tetapi ternyata bukan hanya sekadar menulis yang tanpa makna. Dari menulis yang awalnya hanya yang penting menulis apa saja, akhirnya berpikir keras, bagaimana menulis yang bermakna dan bisa bermanfaat untuk orang lain.

Dari kegiatan menulis ini setidaknya saya merasakan perubahan positif luar biasa dalam diri saya diantaranya :
1. Saya kembali menyukai buku dan mulai membaca buku-buku yang tersimpan lama di rumah.
2. Saya mulai fokus pada solusi bukan sekadar bereaksi. Misalnya dulu setiap ada berita politik atau berita viral lainnya, secara otomatis jari ini langsung berselancar dan menumpahkan segala uneg-uneg kekesalan  atau ketidak setujuan dengan hal yang berbeda dengan sikap saya, sekarang Alhamdulillah, secara otomatis berhenti sendiri dan berpikir itulah perbedaan yang harus di sikapi dengan bijaksana.
3. Mulai menuliskan lagi impian dan rencana-rencana yang tertunda dan kembali membuka file-file lama yang terpendam karena kondisi ekonomi, saat ini saya berpikir tidak ada yang tidak mungkin selama kita merencanakan dan mulai mengabur pekerjaan menuju impian tersebut.
4. Mulai merasakan dampak positif dari apa ya g pernah om Jay gaungkan "Menulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi.  Meskipun hasil karya berbentuk buku belum terbit, tetapi intuisi kuat menerbitkan buku itu semakin menguat dan tak terbendung lagi.

Setiap kesempatan saat santai, saya menuliskan apa yang sedang saya pikirkan, karena jika tidak di tulis, berpotensi besar terlupakan dengan banyaknya aktifitas harian.

Awal mengikuti challenge AISEI menulis 100 kata setiap hari sepertinya cukup berat dan butuh waktu khusus dan konsentrasi tinggi, setelah berjalan 2 bulan dan saya berusaha mengikuti challenge ini dengan penuh kesungguhan, tulisan saya saat ini sudah melebihi target dari AISEI.
Tulisan saya saat awal-awal mengikuti challenge AISEI berjudul 5 menit 100 kata

Dan tulisan saya yang  ke-60 ini sudah lebih dari 500 kata dengan waktu menulis yang tidak lebih dari 30 menit.

Salam Literasi.

#Day06desAISEIWritingChallenge


Jumat, 04 Desember 2020

Anakku, Menulislah !


Beberapa waktu lalu, saat buka Facebook dan membaca beberapa postingan, termasuk iklan, tiba-tiba mata saya tertuju kepada sebuah iklan berbayar yang covernya seperti foto di atas.

Iklan ini masih ada versi yang lain dan menurut saya sangat bagus dan inspiratif. Buktinya saya langsung tertarik, bukan membeli bukunya hehehe ......., Tetapi tertarik dengan pendidikan ayah  (yg di panggil Abi oleh anak ini) mengajari anaknya untuk menulis sejak dini.

Saya tidak bisa membayangkan, jika sejak kecil si anak sudah gemar menulis, apalagi sudah menghasilkan karya sebuah buku bahkan beberapa buku, bagaimana jika anak nanti tumbuh dewasa, saat kuliah misalnya, tentu karya-karyaanya lebih fenomenal lagi.

Ide membiasakan anak menulis ini sangat bagus untuk perkembangan anak, ia akan selalu membuat jadwal hariannya dan menyelipkan waktu untuk menulis di tengah kesibukannya bermain dan belajar. 

Apalagi di tengah maraknya anak-anak kecanduan gadget, ide ini akan sangat membantu anak mengurangi kecanduannya tersebut.

Saat saya menulis ini, beberapa kali saya menghela nafas, sambil membayangkan jika salah satu anak saya atau ke empat anak saya sampai kecanduan menulis sejak usia dini, Masya Allah, pasti saat dewasanya karyanya sudah bisa mendunia.

Saya saja yang tidak punya basic menulis, dan mengenal dunia penulisan melalui bloger bersama para senior di AISEI setelah berusia 43 tahun, merasa perubahan yang sangat positif pada sikap dan cara pandang saya, apalagi jika mengenal dan memulai menulis itu di usia muda, tentu hasilnya akan sangat luar biasa.


Salam literasi !

freeWriting

Kamis, 03 Desember 2020

SUDAH KANGEN KEMAH LAGI

                     Curug Nangka Bogor 2015

Wabah Covid 19 benar-benar telah memperorak porandakan sendi-sendi kehidupan manusia di era digital ini. Makhluk yang bukan ghoib tetapi tidak terlihat kecuali dengan menggunakan alat khusus ini mampu mengubah semua kebiasaan manusia di dunia.

Semua sektor baik formal maupun non formal telah mengalami perubahan yang sangat drastis, bahkan sampai ke sektor pendidikan. Tak perlu saya tuliskan di sini karena semua telah merasakan dampaknya.

Korban berjatuhan tak terhindarkan, bahkan beberapa adalah orang-orang yang kita kenal yang ada di sekitar kita. Sedih rasanya melihat yang wafat di kebumikan dengan cara tak lazim sebagaimana kita umat beragama.

Semoga wabah Covid 19 ini segera berakhir dan virus ini musnah dari muka bumi ini, sehingga semua bisa normal kembali, bisa sekolah lagi, bisa kerja normal lagi dan semua kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Salah satu agenda yang di nanti-nantikan di akhir tahun atau awal tahun berikutnya adalah Kemah atau camping  yang tiap tahun menjadi agenda rutin BIM Berbagi, Lembaga beasiswa Yatim Dhuafa yang intens memberikan beasiswa kepada 40 siswa/siswi binaan BIM.

Lembaga ini berdiri sejak tahun 2002, awalnya hanya memberikan bantuan biaya SPP untuk anak SD dan SMP tanpa pembinaan. Berjalannya waktu dan perubahan kepengurusan, BIM berkembang menjadi lembaga Beasiswa Pendidikan dan Pembinaan untuk anak-anak Yatim Dhuafa tingkat SMP dan SMA.

Sudah ratusan alumni yang berhasil BIM luluskandari sekolah mereka masing-masing dan sudah banyak yang mulai bekerja baik di perusahaan swasta, Rumah sakit, wirausaha dan bahkan ada yang menjadi Pegawai Negri Sipil.

Sebagai pengurus, saya dan teman-teman cukup bahagia melihat mereka para alumni BIM sukses di bidangnya masing-masing. Dan kamipun sering merasa kangen mengadakan event bersama mereka.

Salah satu kegiatan yang kami rindukan adalah Kemah bersama mereka, di kegiatan itulah kami bisa merasa benar-benar dekat dengan mereka, mendengarkan keluh kesah mereka dan kemudian memberikan solusi terbaik untuk kemajuan prestasi mereka.

Kemah adalah saat yang paling tepat untuk membentuk karakter mereka melalui kegiatan di luar ruangan, melatih survive  tanpa keterlibatan orangtua mereka saat di gunung atau di tengah hutan.

Sungguh kami merindukan tenda-tenda biru itu berjejer rapi, membuat lomba memasak kemudian pembina mencicipinya, menilainya dan memberikan hadiah bagi para juara yang di sambut tepuk tangan meriah semua peserta.

Hai Covid, jika tugasmu sudah selesai segera entahlah dari muka bumi ini, atau jika kau memang harus hidup berdampingan dengan kami, maka jinaklah, cukuplah daya serangmu seperti flu biasa, tak perlu mematikan. Kita sama-sama makhluk Tuhan, tak bisakah kita berkompromi agar kehidupan kami normal kembali.
.                     Foto sebelum Pandemi 

Tetap lakukan 3M
1. Menjaga Jarak.
2. Memakai Masker.
3. Mencuci Tangan  menggunakan sabun.

Semoga kita semua terhindar dari wabah ini dan bisa kemah kembali.


Salam Literasi.

#Day04desAISEIWritingChallenge

          
                      


Hanya 100 Ribu Harga Suaramu di Pemilu

PEMILU Si Pembuat Pilu Tahun 2024 Indonesia menggelar Pemilu Pilpres dan Pileg. Ada yang menarik untuk dibahas dan dianalisis, yaitu fenomen...