BIM Berbagi

BIM Berbagi

Kamis, 05 November 2020

SEKEDAR IKUT-IKUTAN


1984,
Jogja 60 Kilo itu sebutan untuk Gunungkidul yang jaraknya memang sekitar 60 Kilometer dari pusat kota Jogja. 

Kisah ini berawal dari dusun Ngadipiro kidul, desa Rejosari, kecamatan Semin, kabupaten Gunungkidul yang merupakan wilayah paling timur propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan menjadi wilayah perbatasan antara propinsi DIY dan propinsi Jawa tengah, tepatnya antara kabupaten Wonogiri (Jateng) dan kebupaten Gunungkidul (DIY).

Dusun yang di kelilingi oleh pegunungan itu terlihat asri dan nyaman, meskipun hanya dusun kecil dengan jumlah Kepala keluarga kurang lebih 100 KK, tetapi suasana dusun saat musim hujan dusun ini nampak begitu sejuk karena tanaman-tanaman tumbuh menghijau nan asri.

Meski aliran  listrik belum sampai ke dusun ini, tetapi semangat belajar dan mengaji anak-anak dusun saat malam hari begitu antusias hanya dengan penerangan lampu teplok (lampu minyak), untuk mengaji mereka harus berjalan menembus gelapnya malam untuk mendatangi rumah guru ngaji di dusun ini.

Bermodalkan oncor (obor), anak dusun ini ramai-ramai menuju rumah guru ngaji satu-satunya, Bapak Suwardi namanya, seorang Guru Madrasah yang mengabdikan dirinya di siang hari di sekolah dan malam harinya mengajar anak-anak mengaji di rumahnya.

Seorang anak kecil berusia sekitar 7 tahun tengah asyik bermain kelereng dengan teman-temannya, salah satu di antara mereka yang anaknya paling aktif membuka perbincangan dengan logat jawa yang kental :
"Mul,  engko bengi melu ngaji yuk !" 
(Mul, nanti malam ikut ngaji yuk) ajak Yanto kepada Simul, teman main kelerengnya siang itu.

"Isin aku, ra iso ngaji, urung pernah melu"
( Malu aku, nggak bisa ngaji, belum pernah ikut) jawab Simul sambil melepas tembakan kelerengnya ke kelereng Yanto.

"Rapopo, kancane akeh koq, aku yo nembe melu"
(Nggak apa-apa, temannya banyak koq, aku juga baru ikut), ucap Yanto meyakinkan temannya tersebut untuk mau datang ikut ngaji malam harinya.

"Yowis melu aku mengko bengi”
(Ya sudah aku ikut nanti malam), akhirnya Simul terpengaruh ajakan Yanto.

Menjelang malam, Simul mulai deg-degan, dia serba salah, berangkat ngaji mau pakai celana panjang apa sarung, mau pakai sarung, nggak ada sarung yang kecil, adanya sarung Bapak yang sudah kusut. Terpaksalah sarung itu yang di pakainya.

Bersambung ........

#Day2NovAISEIWritingChallenge






Sudah Siap Nak ?

   Dokumentasi Latansa DPW PKS Banten Beberapa waktu lalu di Group WA kader dishare pengumuman tentang akan dilaksanakannya Latansa (pelatih...