BIM Berbagi

BIM Berbagi

Selasa, 08 Desember 2020

CERBUNG : KEMBALINYA NYAWA ISTRIKU


KEMBALINYA NYAWA ISTRIKU
Oleh Kang Mul Jozz

Peristiwa ini terjadi di akhir tahun 2004 kurang lebih 16 tahun yang lalu, tepatnya 2 bulan sebelum terjadinya Tsunami di Aceh. Peristiwa yang hampir saja merenggut nyawa istriku karena kecelakaan lalu lintas di depan Pasar Mede Cilandak Jakarta selatan, kejadian ini sangat memilukan jika harus di ceritakan kembali.

Berawal dari kunjungan silaturahmi ke tempat kakak-kakak kami di Jakarta dalam suasana Idul Fiti, hal ini menjadi tradisi dalam keluarga kami dan keluarga Muslim lainnya, sebagai wujud penghormatan kami karena sebagai adik bungsu yang harus datang ke saudara-saudara yang lebih tua. 

Salah satu kakak kami yang di Pondok labu sudah kami kunjungi dan sempat menginap semalem di rumah kontrakannya. Saatnya kami silaturahmi ke tempat kakak kami yang tinggal di Cilandak Tengah yang jarak tempuhnya sekitar 20 menit perjalanan menggunakan sepeda motor. 

Ba’da maghrib aku, istriku dan anakku yang baru berumur kurang lebih 1 tahun 7 bulan sudah bersiap menuju ke Cilandak tengah, saat itu suasana hatiku seperti ada sesuatu yang mengganjal, langit sudah gelap karena malam hari sudah tiba, tetapi perasaan saya selain gelap, langit itu mendung dan segera akan turun hujan. Padahal jika memandang ke atas taka da mendung di atas sana.

Sepeda motor ku pacu dengan kecepatan sedang-sedang saja, karena aku tak terbiasa ngebut saat berkendara di jalan raya, apalagi Jakarta, kota yang penuh sesak dengan manusia yang datang dari seluruh Indonesia, jalan raya sudah seperti arena balapan untuk mengejar waktu dan menghindari macet pada jam-jam tertentu. Dalam perjalanan menuju rumah kakakku di Cilandak tengah, aku sempatkan ngobrol sama istri di atas Sepeda motor dalam perjalanan.

"Bun, kita beli makanan yuk buat oleh-oleh” kataku sambil membuka kaca helm yang kupakai, karena saat kaca tertutup terkadang suara ku nggak terdengar oleh istri.

“Yuk, mau beli apa enaknya yah ?” jawabnya sambil bertanya balik.

"Beli buah aja ya, kalau kue kan lebaran gini pasti sudah banyak kue di rumah Bude” timpalku sedikit mengarahkan beli buah-buahan aja.

“Ya sudah cari toko buah aja kalau gitu”istriku mengiyakan usulanku untuk beli buah saja. Sebenarnya rumah kakak yang di Cilandak tengah ini sudah tinggal satu belokan sampai, nsmun karena keinginan membawakan oleh-oleh akhirnya kami harus melewati belokan itu dan meutar jauh untuk mencari took buah.

Cukup lama kami berputar-putar untuk menemukan took buah, karena sudah cukup jauh berjalan nggak mendapatkan toko buah tersebut akhirnya saya menepi ke tukang martabak  pinggir jalan dan sedikit dengan nada putus asa aku bilang ke istri :

“Sudahlah bun, ini saja lah bawain martabak” sungut saya sambil menunjuk tukang martabak di sebelah kiri kami. Dari belakang istriku bilang sambil menunjuk tukang buah di sebrang jalan.

“Itu ada buah yah di sebrang jalan itu” istriku sedikit berteriak sambil menunjuk tukang buah yang berada di sebrang jalan. Aku sedikit kesal karena sudah berhenti di depan tukang martabak malah di kasih tau ada tukang buah di sebrang jalan.

“Muternya jauh itu kalau harus kesitu” sahut saya dan dalam hatipun tidak setuju kalau harus memutar arah lagi. 

“Nyebrang saja lah kalau gitu” istriku sedikit ketus menyela penjelasanku.

“Ya sudah nyebrang aja kalau gitu, ayah sama dede nunggu di sini aja” jawabku setengah tak setuju dengan ide menyebrang jalan hanya untuk membeli buah. 

Bukan tanpa alasan ketidak setujuanku ini, karena aku tau istriku termasuk orang rumahan, jarang sekali keluar rumah kalau tidak ada hal penting yang harus di kerjakan. Apalagi ini jalanan kota Jakarta yang cukup padat dan membahayakan kalau tidak pandai menyebrang jalan.

Dari kejauhan kulihat istriku sudah sampai di tukang buah, dan terlihat seperti tawar menawar harga. Akhirnya buahpun terbeli dengan plastic kresek warna putih bening. Perasaanku belum lega, sebelum istriku sampai di sebrang tempat aku dan anakku menunggunya di atas sepeda motor. 

Kulihat istriku sudah mulai bersiap menyebrang kembali dengan menenteng buah di tangannya. Sebrangan pertama sudah aman dan sudah sampai di pembatas jalan, ku lihat tangannya melambai-lambai ke sebelah kirinya untuk minta di berikan jalan ke pengendara sepeda motor dan mobil. 

Aku bersiap hendak menyalakan sepeda motor Honda Grand tahun 94 kesayangan kami satu satunya, tiba-tiba terdengar suara “Braaakkkkkkk, di depanku terlihat seorang wanita berjilbab dan masih memakai helm terlempar sejauh kurang lebih 5 meter dan membentur trotoar jalan. 

“Astaghfirullah Bunda” spontan saya turun dari sepeda motor dan meninggalkan anakku yang belum tau apa yang sedang terjadi dengan bundanya, aku berlari menghampiri istriku yang tergeletak pingsan di pinggir jalan. Saya lihat tidak keluar darah dari kepala atau badannya.

“Astaghfirullah, koq bisa si Mas tadi gimana ?” kataku ke pengendara sepeda motor yang menabrak isrtiku.

"Tadi istrinya nyebrangnya ragu-ragu pak, kita bawa ke rumah sakit aja pak” jawabnya gugup dan ketakutan. Karena orang-orang di sekitar mulai berdatangan mengerumuni istri saya yang masih pingsan tak berdaya di pinggir jalan.
Dari kerumunan orang itu, ada yang berteriak 

“Bawa ke rumah sakit aja, itu deket koq depan situ paling 1 kilo, rumah sakit Fatmawati” katanya sambil menunjukkan arah rumah sakit. Aku baru teringat anakku sendirian di atas sepeda motor, segera aku menghampiri anakku untuk menggendongnya. 

“Putri” begitu anakku biasa di panggil, dia masih belum sadar apa yang sedang terjadi. Sambil ku gendong aku hampiri istriku yang masih pingsan, tapi betapa kagetnya setelah aku balik badan, istriku sudah tidak ada di tempat dia terjatuh. Aku panik, bingung dan serba salah, orang-orang disekelilingku hanya diam saja tanpa reaksi apa-apa.

“Kemana istriku tadi pak ?” setengah berteriak aku bertanya kepada orang-orang yang tadi berkerumun.

“Dibawa sama yang nabrak tadi mas, paling di bawa ke rumah sakit” katanya sedikit menenangkanku yang benar-benar kalut saat itu. 

Pikiranku sudah tidak karuan, jadi berpikir negatif ke orang yang nabrak tadi, “jangan-jangan istriku di buang di pinggir jalan sama orang itu karena nggak mau tanggung jawab” . kalut, bingung, khawatir campur aduk jadi satu.

Bersambung .........,

#Day08desAISEIWritingChallenge

Sudah Siap Nak ?

   Dokumentasi Latansa DPW PKS Banten Beberapa waktu lalu di Group WA kader dishare pengumuman tentang akan dilaksanakannya Latansa (pelatih...