BIM Berbagi

BIM Berbagi

Jumat, 28 Mei 2021

Resensi Buku Karangan Sendiri

BUKU ANTOLOGI


Resensi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti Pertimbangan atau Pembicaraan tentang buku, mengulas buku.

Jenis-jenis resensi sendiri ada 3 antara lain :
1. Resensi yang bersifat Informatif, yaitu resensi yang hanya menyampaikan informasi tentang hal yang penting dari isi bukunya saja.
2. Resensi yang bersifat Evaluatif, yaitu resensi yang mengulas lebih dalam kedalam isi buku bab demi bab diulas dan diberikan evaluasi, dan diberikan penilaian kekurangan dan kelebihannya.
3. Resensi yang bersifat Informatif dan Evaluatif, yaitu perpaduan keduanya, mengulas hal yang penting di buku tersebut sekaligus memberikan penilaian kekurangan dan kelebihan isi buku tersebut.

Pada kesempatan ini saya akan meresensi buku karya saya dan teman-teman saya yang masih berbentuk buku antologi, yaitu buku yang di tulis oleh beberapa penulis dengan satu tema yang sama, namun isi tulisan antara penulis satu dengan penulis lainnya terpisah meskipun ada hubungannya atau bisa juga tulisan antara penulis satu dan lainnya tidak saling berhubungan.

Secara umum saya akan mengulas isi bukunya, namun secara spesifik saya akan meresensi tulisan saya sendiri sebagai bahan evaluasi untuk menulis buku berikutnya.

Ada 3 buku antologi tulisan saya yang akan saya resensi, diantaranya adalah :
                    
Buku Pertama
Pahlawan Dalam Hidupku


Judul buku.      : Pahlawan Dalam Hidupku
Penulis.            : 37 penulis yang terdiri dari Guru di seluruh Indonesia, kurator Raimundus Brian  P dan Sri Sugiastuti.
Penerbit.           : Oase Pustaka
Tebal halaman : 356 halaman
Kota terbit.       : Surakarta
Tahun terbit.     : Desember 2020

Sinopsis :
Buku ini berkisah tentang Pahlawan-pahlawan yang berjasa dalam kehidupan para penulisnya. Gambar sampul hanyalah ilustrasi, jika dulu saat penjajahan Belanda dan Jepang yang di sebut pahlawan adalah orang-orang yang berjuang untuk kemerdekaan Republik Indonesia, tetapi saat ini pahlawan itu bisa di artikan dalam arti yang sangat luas. Para penulis menceritakan dengan pengalaman masing-masing siapa pahlawan dalam kehidupan mereka, ada yang orangtuanya, ibu atau Bapaknya, ada yang Pakdenya atau Pamannya, Sahabatnya, bahkan ada yang orang lain seperti dokter dan lain-lain. 37 kisah pahlawan dengan cerita yang berbeda-beda tentu membuat Anda penasaran untuk membacanya, dengan tebal 356 halaman dan cwrita yang berbeda-beda dan merupakan kisah nyata semua, membuat Anda pasti penasaran untuk membelinya.

Kelebihan :
Buku ini mempunyai kelebihan kaya akan khazanah cerita dari masing-masing penulis yang berasal dari berbagai Propinsi di Indonesia, memang tidak mewakili semua Propinsi, tetapi cukup untuk dijadikan pelajaran hidup bagi pembacanya, betapa kita berhutang Budi kepada para pahlawan dalam hidup kita masing-masing. Disajikan dalam bahasa yang sederhana, namun imajinasi pembacanya seolah menempatkan yang ada di tulisan itu adalah saya.

Kekurangan :
Karena buku ini ditulis oleh para penulis pemula, jadi wajar jika masih banyak kekurangan dalam penulisan, misalnya salah penulisan, atau terkadang ada cerita yang kurang nyambung mungkin karena setiap penulis di batasi maksimal halaman sehingga cerita yang awalnya panjang di edit oleh editornya justru malah ada bagian yang tidak semestinya nyambung antara paragraf satu dan lainnya.


Buku Kedua
21 Kisah Penggugah Jiwa

Judul buku.      : 21 Kisah Penggugah Jiwa
Penulis.            : Ridwan Nurhadi Dkk
Penerbit.           : CV Oase Pustaka
Tebal halaman : 201 halaman 14cmx21cm
Kota terbit.       : Palur Wetan Mojolaban Sukoharjo
Tahun terbit.     : 2020
ISBN.                 : 978-602-457-669-1

Sinopsis :
Buku yang berisi 21 kisah penggugah jiwa dengan cerita yang berbeda-beda dan tema yang berbeda-beda. Ada yang menyampaikan kisah nyata apa adanya, ada yang bercerita kisah nyata yang di fiksikan dan ada juga yang berimajinasi dengan bukan dari kisah nyata. Para penulis di buku ini mampu membuat para pembaca meneteskan air mata karena terbawa emosi dan terharu dengan kisah-kisahnya. Para penulis benar-benar menulis dengan penuh penghayatan.

Kelebihan :
Membaca buku ini, pembaca diajak untuk masuk ke dalam alam bawah sadar, bagaimana kisah ini benar-benar nyata terjadi dan seolah pembaca melihat sebuah tayangan video berjalan karena runtutnya tulisan yang apik di sajikan oleh para penulisnya. Membaca buku ini berulang-ulangpun seolah tak mengalami kebosanan karena ceritanya yang menarik.

Kekurangan :
Dengan sampul yang menarik, harapannya di sela-sela tulisan ada gambar, foto atau ilustrasi untuk menggambarkan kisah yang terjadi sesungguhnya, sayangnya gambar-gambar tersebut tak ditemukan di buku ini.


Buku Ketiga
Surat Cinta untuk Sahabat

Judul buku.      : Surat Cinta Untuk Sahabat
Penulis.            : Ridwan Nurhadi, Mulyono, Fathurrahman, Jajat Suharto dan Ilham Pambudi.
Penerbit.           : Gemala dan BIM Berbagi
Tebal halaman : 134 Halaman
Tahun terbit.     : Januari 2021
ISBN.                 : 978-623-7754-96-1

Sinopsis :
Buku yang berkisah tentang perjalan beberapa orang yang mempunyai niat yang sama untuk bisa bermanfaat bagi orang lain di sekitarnya. Para penulis menyampaikan kisah dan perjalanan nyata dalam mewujudkan impian mereka, mulai dari nol sampai akhirnya impian itupun terwujud. Berkumpul dan menyampaikan ide, gagasan dan pendapat yang berbeda-beda dalam kurun waktu yang cukup lama 18 tahun tentu membutuhkan kesabaran dan Sling memahami satu sama lain. Dan di buku ini terungkap semua, bagaimana para penulis mampu melewati itu semua, sehingga mereka semua seperti Keluarga yang sebenarnya, tertawa, menangis, bersitegang satu sama lain dan bahkan ada yang hampir mengundurkan diri, namun itu urung dilakukan karena mempunyai tekad yang sama Agar hidup mereka bermanfaat untuk orang lain.

Kelebihan :
Buku ini bercerita tentang kisah nyata dari para penulisnya untuk bersama dalam satu wadah yayasan yang bergerak dalam bidang pembinaan dan pemberian beasiswa untuk anak-anak SMP dan SMA. Cerita di buku ini tentu saling melengkapi satu sama lain, karena memang mereka menceritakan perjalanan di bentuknya lembaga ini. Dengan gaya yang berbeda-beda justru menunjukkan keberagaman wawasan dan pengetahuan dari penulisnya. Anda bisa membacanya dan sekaligus ikut berpartisipasi dengan donasi di buku ini.

Kekurangan :
Buku ini bagi sebagian orang mungkin tak begitu merasa tertarik untuk membacanya karena di kemas untuk menceritakan lembaga yang terkadang ceritanya di ulang-ulang. Penulis yang satu sudah menulisnya, penulis yang lain menulisnya juga dengan gaya yang berbeda. Tetapi sebenarnya dengan cara seperti itu menguatkan kisah nyata di balik pendirian dan kiprah lembaga ini di tengah masyarakat.

BUKU ANTOLOGI

Minggu, 09 Mei 2021

Surau di Penghujung Ramadhan

        Surau di sebuah Kampoeng di Tigaraksa

Waktu di HP menunjukkan pukul 17.40 WIB, artinya sebentar lagi adzan Maghrib berkumandang, pertanda bahwa puasa hari ini akan segera usai, hari ke-27 Ramadhan 1442 H.

Rasanya baru kemarin kami berdo'a, ”Allahumm Bariklana fi rojab wa Sya'bana wa balighna Ramadhan", tapi hari ini sudah berada di penghujung bulan penuh berkah ini. Ada rasa sedih yang menggelayuti jiwa ini. Belum maksimal dalam meraih keutamaan ibadah Ramadhan, ia sebentar lagi meninggalkan kita.

Segera kucari warung makan terdekat untuk persiapan berbuka puasa, hampir semua rumah makan khususnya yang menyajikan ayam bakar, ayam goreng, sambel pedas, pecel ayam di penuhi para pengunjung, beda dengan warung Padang dan warteg yang relatif biasa saja dan cenderung sepi. Aku memilih melipir ke warung bakso, cari yang berkuah dan hangat-hangat.

Sambil menunggu Adzan berkumandang, aku pesan seporsi mie ayam dan Setengah porsi bakso. Kurang dari 5 menit pesananku sudah terhidang di meja, namun aku belum menyentuhnya, "sabar dulu nunggu adzan" bisikku dalam hati.

Beberapa kali kutanyakan ke Mas tukang bakso, "Sudah Adzan belum mas ?"

"Ooo sudah barusan pak, silahkan berbuka" jawab Mas tukang bakso dengan sopan.

Segera kulahap semangkok mie ayam plus bakso dan kuahnya yang tak lupa kubaca do'a berbuka sebelum makan. Hilang sudah lapar dan dahaga yang terasa seharian. 

"Sepertinya Surau/mushola nggak jauh dari warung ini" bisikku dalam hati, terdengar suara bapak tua yang mengumandangkan adzan dengan penuh perjuangan dan tersengal-sengal.

Kubatalkan puasaku dengan air mineral yang tersedia di meja, tanpa kurma atau takjil yang lain, kusantap mie ayam dan bakso dengan lahapnya dan habis tak tersisa, segera kubayar dan bergegas ke Surau terdekat untuk sholat Maghrib.

Benar dugaanku, Surau itu pasti sepi jama'ah. Terlihat bapak tua memandang keluar jendela, sepertinya beliau selesai mengumandangkan adzan tadi. Di tempat wudhu ada satu orang yang sedang berwudhu yang kira-kira usianya tak terpaut jauh dengan bapak tua yang adzan tadi.

Selesai berwudhu kumasuki Surau yang terlihat kurang terawat itu, terlihat hijab pembatas antara jama'ah pria dan wanita, warna hijau kombinasi putih yang mulai kusam. Bapak tua yang mengumandang adzan masih termenung, seolah ada sesuatu yang menjadi beban hidupnya.

"Allahu Akbar Allahu Akbar Asyhadu ala ila ha illallah, Asyhadu ana Muhammadarrasulullah, hayya 'alasholah hayya 'alal falah, qodqo matisholatu qodqoomatisholah, Allahu Akbar Allahu Akbar laaa ila ha illallah" tiba-tiba Bapak tua itu langsung mengumandangkan iqomah.

Baru ada 3 orang, aku dan dua bapak tua itu, benar-benar sepi Surau ini, padahal sekitar Surau rumah penduduk cukup padat dan banyak.

Kedua Bapak tua itu mempersilahkanku untuk memimpin sholat, "Silahkan pak" sambil menunjukkan tangannya ke tempat Imam.

"Oh silahkan pak yang tuan rumah" jawabku.
Kedua Bapak itu tetap memaksaku untuk jadi Imam, tapi aku juga tetap bersikukuh untuk tidak jadi Imam karena selain sebagi tamu, aku juga harus menghormati tuan rumah, apalagi usianya lebih tua dariku 

Akhirnya salah satu Bapak itu maju untuk memimpin Sholat Maghrib dengan dua orang makmum saja.

Di rakaat kedua, sebelah kananku ada jama'ah baru menyusul dan tambah satu di sebelahnya lagi.

Setelah salam, kugeser tempat dudukku kebelakang sedikit dan kulirik kedua makmum masbuk yang melanjutkan sholat untuk menggenapi ketinggalannya.

Alhamdulillah, seorang remaja usia belasan tahun dan seorang pemuda yang sepertinya masih usia tigapuluhan tahun. Artinya masih ada penerus risalah Islam di kampung ini, masih ada yang meneruskan Adzan nanti saat Bapak tua tadi tiada.

Sebuah Fakta di depan mata yang menggambarkan kondisi betapa Islam masih sangat minim dijalankan di sini, terbukti jama'ah Sholat Maghrib petang ini hanya berjumlah 5 orang berikut Imamnya. Astaghfirullahal'adzim.

Kondisi seperti ini mungkin tidak hanya terjadi di Surau tempat sholat Maghrib ku petang ini, mungkin ribuan Surau yang di kampung-kampung mengalami kondisi yang sama dengan Surau ini.

Semoga ini menjadi bahan renungan kita bersama untuk lebih serius dan aktif membina generasi penerus estafet risalah Islam di bumi Indonesia tercinta. Aamiin.


28 Ramadhan 1442 

KMJ

Sudah Siap Nak ?

   Dokumentasi Latansa DPW PKS Banten Beberapa waktu lalu di Group WA kader dishare pengumuman tentang akan dilaksanakannya Latansa (pelatih...