BIM Berbagi

BIM Berbagi
Tampilkan postingan dengan label MY FAMILY. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MY FAMILY. Tampilkan semua postingan

Minggu, 28 Maret 2021

PENJEMPUTAN

           Foto Putri kami bersama para Santri

Jadwal penjemputan anak sulung kami di Pesantren telah tiba, kami sengaja menjemputnya lebih cepat dari jadwal yang di rencanakan. 

Ikut haru saat menyaksikan Putri kami berpamitan dengan para santriwati yang masih melanjutkan Daurah Tahfidz Qur'an di Pondok tersebut. Putri kami Salma Nafisah adalah salah satu pengajar di Pondok Tahfidz tersebut, sistem pembelajaran di pondok ini Daurah, atau kata lainnya Training sekaligus praktek dengan jangka waktu sesuai keinginan masing-masing santri. 
Ada yang 1 tahun, 6 bulan, bahkan ada yg 3 bulan, sesuai target masing-masing. Idealnya untuk menyelesaikan hafalan 30 juz butuh waktu 2 tahun.

Putri kami hanya mengajar 6 bulan di sana dengan intensitas belajar cukup padat, membimbing 17 santriwati yang mempunyai setoran hafalan yang berbeda-beda.

Untuk kategori Pengajar, Salma masih cukup muda baru berusia 17 tahun karena memang masih kelas 12 SMA. Tetapi kami sangat bersyukur di usia remajanya ia lebih banyak di pesantren untuk belajar dan juga mengajar, setidaknya meminimalisir pengaruh-pengaruh negatif yang saat ini sudah masuk ke dalam rumah melalui Smartphone.

Perjuangan di lanjutkan dengan belajar Bahasa Inggris di Kampung Inggris di kecamatan Pare Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Tengah. Tekadnya yang kuat untuk belajar dan menguasai bahasa Inggris dengan fasih, mengantarkan Salma meluncur ke Kediri Jawa timur.

Berdua dengan rekannya sesama alumni santriwati Pesantren Multazam, Salma berkereta menuju ke kampung Inggris, kampungnya para pembelajar bahasa asing.

To be continue ......


Salam Literasi
Kang Mul Jozz

#Day18ChallengeRelikabTang





Jumat, 04 Desember 2020

Anakku, Menulislah !


Beberapa waktu lalu, saat buka Facebook dan membaca beberapa postingan, termasuk iklan, tiba-tiba mata saya tertuju kepada sebuah iklan berbayar yang covernya seperti foto di atas.

Iklan ini masih ada versi yang lain dan menurut saya sangat bagus dan inspiratif. Buktinya saya langsung tertarik, bukan membeli bukunya hehehe ......., Tetapi tertarik dengan pendidikan ayah  (yg di panggil Abi oleh anak ini) mengajari anaknya untuk menulis sejak dini.

Saya tidak bisa membayangkan, jika sejak kecil si anak sudah gemar menulis, apalagi sudah menghasilkan karya sebuah buku bahkan beberapa buku, bagaimana jika anak nanti tumbuh dewasa, saat kuliah misalnya, tentu karya-karyaanya lebih fenomenal lagi.

Ide membiasakan anak menulis ini sangat bagus untuk perkembangan anak, ia akan selalu membuat jadwal hariannya dan menyelipkan waktu untuk menulis di tengah kesibukannya bermain dan belajar. 

Apalagi di tengah maraknya anak-anak kecanduan gadget, ide ini akan sangat membantu anak mengurangi kecanduannya tersebut.

Saat saya menulis ini, beberapa kali saya menghela nafas, sambil membayangkan jika salah satu anak saya atau ke empat anak saya sampai kecanduan menulis sejak usia dini, Masya Allah, pasti saat dewasanya karyanya sudah bisa mendunia.

Saya saja yang tidak punya basic menulis, dan mengenal dunia penulisan melalui bloger bersama para senior di AISEI setelah berusia 43 tahun, merasa perubahan yang sangat positif pada sikap dan cara pandang saya, apalagi jika mengenal dan memulai menulis itu di usia muda, tentu hasilnya akan sangat luar biasa.


Salam literasi !

freeWriting

Selasa, 01 Desember 2020

212 HANUM HANANIA

                 Foto saat ikut jualan di Kantin

          Foto saat di tinggal Ummi ke Palembang 
                             dan ikut jaga toko

     Foto saat Hanum dapat kiriman Ubi Cileumbu
             Dan kranjangnya dipakenya buat selfi


Ini tidak ada hubungannya dengan gerakan 212 yang viral beberapa tahun lalu, 212  Hanum Hanania adalah sekadar pengingat tanggal lahir anak saya yang ke-4 bernama lengkap Hafshah Hanum Hanania yang lahir Tanggal 2 Desember 2017. 

Hari ini Hanum Hanania genap berumur 3 tahun, semoga menjadi anak yang Sholehah, yang berguna untuk Agama, bangsa dan negara, serta berbakti kepada kedua orangtuanya.

Sedikit mengingat saat proses kelahiran si Hanum ini, sampai 2 hari bolak balik puskesmas. Pertama datang pagi-pagi ke Puskesmas, ternyata siangnya suruh pulang sama Bidan.

"Baru pembukaan satu Bu, pulang aja dulu" kata salah satu bidan di puskesmas itu. 

"Nanti di rumah kalau kira-kira sudah sering mules langsung ke sini lagi, 24 jam koq bukanya" lanjut Bu bidan.

Akhirnya kami putuskan untuk pulang lagi ke rumah. Sore, petang dan akhirnya malampun tiba. Sekitar jam 12 malam istri mulai sering mules-mulesnya.

"Abi, sekarang aja ke puskesmas lagi, mulesnya sudah sering nich" pinta istri sambil membangunkan saya yang sudah ketiduran di kamar belakang.

Tengah malam itu saya dan istri berangkat berdua ke puskesmas, kedua anak saya yang nomor 2 dan nomor 3 sudah tertidur pulas, terpaksa mereka di tinggal dengan meninggalkan pesan tulisan dan 1 HP di tinggal untuk komunikasi, sedangkan anak pertama kami si sulung ada di Pesantren.

Sampai di puskesmas sangat berharap, begitu di cek bidan sudah pembukaan 7 atau 8, ternyata setelah di cek, baru pembukaan 2 mendekati 3, astaghfirullah. Saya tidak bisa membayangkan kegalauan istri saya waktu itu, padahal sudah hampir setiap 15 menit mengeluh mules dan terlihat kesakitan.

Andai saja sakit itu bisa di bagikan ke saya sebagai suaminya, ingin rasanya berbagi rasa itu untuk mengurangi rasa sakit istri saya.

Sambil menunggu dan memijit-mijit kaki istri, saya jadi teringat Simbok saya, 

"Ooo jadi begini rasanya ibu mau melahirkan, serba salah, begini salah, begitu salah" pikir saya dalam hati. 

"Ma'afkan anakmu ini mbok, yang sering menolak permintaanmu" kesadaran itu timbul tiba-tiba saat melihat istri merasa kesakitan.

Pagi beranjak pergi, siangpun terasa lama baru tiba, berharap pembukaan mulai naik menjadi 6 atau 7, ternyata masih tetap sama seperti tadi pagi.

Beberapa bidan sudah mulai tukar shift, yang jaga malam sudah pulang dan berganti dengan bidan yang jaga siang. Setiap ganti jaga, bidan yang baru cek lagi perkembangan istri dalam suasana yang makin menegangkan.

Tiba-tiba ada bidan senior bilang ke bidan yang lain dengan suara agak di tahan tapi terdengar oleh kami, 
"Tadi ada yang mau di rujuk ke rumah sakit katanya, yang mana?" Tanyanya ke bidan yang lebih muda di sebelahnya.

Spontan istri menjawab "Nggak mau ke rumah sakit, disini aja lahirannya" sambil memegang erat tangan saya dan sangat terlihat kecemasan di wajahnya yang mulai kelelahan.

"Nggak, insya Allah nggak ke rumah sakit, itu bukan ummi yang mau di rujuk ke rumah sakit" saya mencoba menenangkannya padahal dalam hati saya juga khawatir, kalau sampai di rujuk ke rumah sakit bisa repot nanti.

Bidan yang di tanya seniornya menjawab dengan penuh keyakinan terlihat dari wajahnya yang tenang, 

"Ibu ini mah nggak, normal semua koq, tensi darah bagus, tenaganya juga masih kuat, iya kan Bu Isna, masih kuat kan ?" Tanya bidan mencoba meyakinkan.

"Insya Allah kuat sus, saya masih kuat koq, di sini aja lahiran normal, saya nggak mau ke rumah sakit" jawab istri saya penuh keyakinan meskipun tetap terlihat ada kecemasan di wajahnya.

Jam di dinding kamar pasien menunjukkan pukul 14.45 menit, bidan kembali mengecek perkembangan istri saya dan setelah di cek membuat saya dan istri makin panik tak karuan.

"Baru pembukaan 4 Bu, nanti di cek lagi ya jam 5 sore" penuh kesabaran Bu bidan menenangkan istri saya yang makin kesakitan merasakan mules di perutnya. 

"Sabar ya Bu, banyakin istighfar, saya tinggal dulu ke depan ya" bu bidan mohon ijin meninggalkan kami, sementara istri terus meringis kesakitan memegangi perutnya.

Mendengar penjelasan bidan itu bukan hanya istri saya yang makin galau, tapi sayapun juga seolah merasakan kesakitan yang istri rasakan, tetapi dalam bentuk yang lain, saya merasa kasihan melihat istri yang cukup lama merasakan sakit mules di perutnya.

Waktu terus berjalan, saya harus melakukan sesuatu, kalau jam 5 sore baru di cek lagi, bisa tengah malam istri saya baru melahirkan, atau jika terlalu lama, bisa benar-benar di rujuk ke rumah sakit nanti.

Sambil memegang erat tangan istri saya, saya berdo'a kepada Allah Subhanahu wata'ala untuk di permudah kelahiran anak saya yang ke empat ini. Saya bertawasul amal agar di kabulkannya do'a-do'a saya. 

Saya teringat kisah 3 sahabat yang terjebak di dalam gua, karena pintu gua tertutup batu besar, kemudian mereka bertiga bertawasul dengan amal mereka masing-masing dan akhirnya do'a mereka di kabulkan dan terbukalah pintu gua tersebut, sehingga mereka bisa keluar dari dalam gua.

Menjelang Sholat Ashar saya berdo'a dan bertawasul amal-amal saya yang sekiranya Allah terima, dalam hati saya ragu, apakah amalan-amalan saya selama ini diterima sama Allah ?

Saya mencoba mengingat-ingat amal apa yang saya lakukan dengan ikhlas ? Rasanya selama ini terlalu sedikit amalan yang saya lakukan !

"Ya Allah, jika amalan saya yang ini .......(saya sebutkan amalan yang pernah saya lakukan) Engkau terima, tolong mudahkanlah istri saya melahirkan ya Allah" lirih saya dalam hati.

Do'a ini saya ulang berkali-kali sambil menyebutkan amalan-amalan yang lain yang saya ingat.

Dari masjid dekat Puskesmas terdengar suara Adzan Ashar berkumandang, saya bermaksud segera menunaikan Shalat Ashar di masjid terdekat, 

"Mi, abi tinggal shalat Ashar dulu ya" pinta saya ke istri yang sepertinya mulai sedikit agak reda merasakan mules di perutnya.

"Ya, tapi jangan lama-lama ya, abis shalat langsung balik kesini lagi"  istri balik meminta ke saya

"Iya" jawab saya sambil berjalan menuju pintu keluar.

Sebelum membuka pintu, tiba-tiba istri saya menjerit, 

"Astaghfirullah, sakit banget, bi tolong panggilan suster" istri setengah berteriak meminta saya memanggil bidan.

Saya berlari ke ruang bidan.
"Suster, tolong istri saya sus" 

Dengan cekatan Bu bidan langsung menuju ke kamar dan langsung cek kondisi istri saya.
"Wah sudah siap nich Bu Isna, ayo siap-siap" Bidan segera mempersiapkan segala peralatan persalinan dan juga memanggil temannya untuk mulai proses persalinan.

Saya mengurungkan berangkat ke masjid karena istri sudah mulai persiapan melahirkan, saya duduk di sebelahnya  sambil bersiap ngipasin istri saya, karena pasti keringat akan mengucur saat proses persalinan ini.

Bidan terus memberi semangat dan mengarahkan istri untuk bisa melahirkan dengan mudah, saya hanya bisa berdo'a untuk kemudahan kelahiran anak ke empat saya.

Sementara istri berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan buah hati kami. Tepat jam 15.45 hari Sabtu tanggal 2 -12 - 2017 anak ke empat kami lahir dengan selamat dan normal dengan berat 3,1 kg.

"Oek oek oek".....tangisan anak kami memecah ketegangan yang terjadi selama hampir 30 menit itu.

Seketika istri saya menangis bahagia atas kelahiran putri ke empat kami ini. Rasa sakit yang ia derita selama 2 hari menjelang kelahiran, hilang lenyap seketika, seiring suara tangis bayi mungil yang lucu anggota baru keluarga kami.

Sayapun bahagia tak terkira, meski awalnya menginginkan  anak laki-laki hadir melengkapi kebahagian kami, tapi melihat istri selamat dan anak terlahir sehat sudah cukup mengobati kekhawatiran dan kegundahan hati saat mendampingi proses persalinan istri.

Alhamdulillah  kelahiran keempat anak kami, semua normal tanpa Cesar, dan ini semua berkat pertolongan dan kemudahan yang Allah berikan kepada kami, juga kegigihan istri saya untuk tetap melahirkan normal tanpa Cesar.

Dan saat ini, si bayi mungil itu telah berusia 3 tahun, cantik, lucu dan ceriwis. Semoga menjadi anak yang sholehah. Aamiin

Rasanya sudah cukup punya anak 4 saja, 3 Putri dan 1 Putra, mengingat usia istri yang sudah mulai kepala 4 dan kondisi fisiknya yang rentan jika harus hamil dan melahirkan lagi.

Semoga anak-anak kami menjadi anak-anak yang Sholeh dan Sholehah Hafidz dan hafidzoh Al-Qur'an, bisa menjadi keluarga Allah nantinya.


#Day02desAISEIWritingChallenge


Minggu, 29 November 2020

MOTIVATOR RAHASIA

        Foto Mas Giman (Jaket Abu-abu) berpeci

Saat kita ikut seminar atau training, maka kita akan ketemu motivator atau trainer yang bisa membuat semangat kita membara untuk melakukan sesuatu yang positif dalam hidup kita.

Sayangnya semangat itu hanya bertahan beberapa Minggu atau mungkin malah hanya beberapa hari saja tergantung bagaimana kita menjaga momentum itu.

Tanpa kita sadari, sebenarnya ada orang-orang terdekat kita yang secara langsung atau tidak langsung telah memberikan motivasi kepada kita untuk melakukan hal positif atau menghasilkan karya nyata dalam hidup kita. Mereka bisa orang tua kita, Paman atau Pakde,  Kakak atau adik kita, atau bahkan istri dan anak-anak kita.

Begitu juga dengan saya, beberapa orang-orang terdekat telah memberikan motivasi yang luar biasa dalam hidup saya, mulai dari ibu saya yang biasa saya sebut Simbok, adalah pahlawan utama dalam hidup saya dan sebagai salah satu tanda terima kasih saya, cerita tentang Simbok ini saya tuliskan dalam buku Antologi berjudul Pahlawan dalam hidupku.

Buku Antologi Pahlawan dalam Hidupku yang saat saya menulis ini sedang dalam proses penerbitan (semoga diberikan kemudahan, Aamiin), ditulis bersama 38 Guru yang di prakarsai oleh Bu Sri atau Bunda Kanjeng dan Pak Bryan adalah kisah-kisah Nyata yang inspiratif untuk di baca karena di buku itu para penulis mengisahkan para pahlawan dalam hidup mereka.

(Tunggu ya ..... Sabar, masih proses penerbitan, nanti bisa pesan ke saya koq bukunya ......hehehe .....WA : 085210350044. Promo dikit).

Selain Simbok, tentu ada Bapak saya yang juga sangat berjasa dalam kehidupan saya, memberikan motivasi yang luar biasa kepada kami ketujuh anaknya dengan cara dan gaya khas Bapak sebagai orangtua yang bijaksana.

Keluarga kami termasuk keluarga yang masuk kategori keluarga kurang mampu, sehingga yang lulus setingkat SMA hanya saya sendiri. 2 kakak saya yang pertama dan kedua, SD saja tidak lulus, langsung merantau ke Jakarta. 4 kakak berikutnya hanya tamatan SMP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) setingkat dengan SMP.

Tetapi ada yang istimewa dengan Kakak saya yang nomor 6, meski hanya lulusan MTs, tapi kecerdasan dan pemikiran beliau setingkat dengan para Sarjana, karena hobbynya adalah membaca buku, khususnya buku-buku agama dan buku bertemakan Sosial dan sejarah Islam.

Mas Sugiman biasa saya panggil mas Giman atau Pakde Giman (buat mbahasain anak2 saya), adalah sosok penting dalam hidup saya, karena mas Giman yang membiayai sekolah SMEA saya waktu itu, bersama mbak Marti atau bude Marti kakak saya yang nomor 3 yang membayar semua biaya sekolah saya selama 3 tahun di SMEA Muhammadiyah Semin Gunungkidul.

Selain itu, sejak Pakde Giman mulai hijrah dan rutin mengikuti beberapa pengajian, cara pandang dan sikapnya mulai berubah lebih baik,  ibadah makin rajin, menjadi lebih santun dan bijaksana yang dulunya sangat temperamental.

Membantu saya bukan hanya saat saya sekolah saja, bahkan saat saya sudah berkeluarga pun masih sering memberikan bantuan baik materi maupun non materi. Yang paling sering biasanya pas saya pinjam uang di kasih dan saat pembayaran di anggap lunas alias bukan jadi pinjaman tapi jadi dana hibah, Masya Allah.

Terbaru adalah saat saya mulai masuk dunia penulisan, karena beliau hobby membaca maka saya minta pendapat beliau tentang tulisan saya, dan beginilah pendapat dan supportnya yang berhasil saya screenshot dari percakapan WA kami :
Beliau bukan hanya sebagai Kakak bagi saya, tapi juga sebagai Guru, teman, motivator dan juga terkadang donatur tak terduga bagi saya dan keluarga saya.

Karena ini sudah saya publikasikan lagi maka bukan lagi Motivator rahasia  dan cerita tentang Kakak saya ini, mungkin nanti ada episode kelanjutannya lagi.

Salam Literasi.

#Day25novAISEIWritingChallenge






Kamis, 26 November 2020

UANG JAJAN RAHASIA

              Foto Afnan saat TK

Nostalgia saat mas Afnan TK.

Mas Afnan sdh TK, dan nggak bawa uang jajan. Tapi sy kadang2 selipkan uang jajan di tasnya. 
Esoknya dia bilang :" Bi, kemarin ngasih uang di tas ya ?"

Beberapa hari sy selipkan uang jajan di tasnya, dan satu ketika sy tidak ksh uang jajan, pas dia buka tas, nggak ada uang.

Besoknya dia nanya :"Abi nggak ksh uang di tas ya ?"

Nah saat itulah saya memberikan PELAJARAN PENTING dalam hidupnya.

"Mas Afnan harus bisa menerima apapun yg terjadi, ikhlas ya, kalau pas ada uang di tas, berarti abi lagi ada uang dan mau ksh mas, tapi kalau tas kosong berarti abi lagi nggak ada uang buat mas, jadi mas harus ngerti ya !" Kata saya

Setelah itu, Alhamdulillah ada uang dia jajan, nggak ada uang di tas ya biasa saja nggak nanya apalagi protes.

Mengajari anak juga harus dg simulasi, itulah yang biasa kami lakukan kepada anak-anak kami. Alhamdulillah dengan cara itu mereka ikut berpikir bagaimana kondisi orang tua, jadi tidak ada lagi kata "pokoke, pokoke harus ada", tetapi bisa menyadari sedang dalam kondisi apa orang tua.

Sekarang mas Afnan sudah kelas 2 SD, sudah jago jualan mainan buatan dia sendiri, kreasi dari kertas, di buat pesawat-pesawatan, suricen (senjata berbentuk bintang ala ninja) dan lain-lain dan di jual ke teman-temannya. Maklum anak Melankolis cocok jadi Pengusaha,semoga.

Salam literasi .

#Day22novAISEIWritingChallenge

Rabu, 11 November 2020

CINTA PERTAMA PUTRIKU


Sebelum melanjutkan Menulis tentang tema besar Merindukan Mahkota Surga, saya menyelipkan moment istimewa ini untuk sekadar berbagi cerita dengan pembaca setia Blog Kang Mul Jozz.

Foto yang saya tampilkan ini kiriman putri sulung saya yang saat ini sudah mengajar di Ponpes Wadil Qur'an Serpong (Pengajar Program Tahfidzul Qur'an). Salma Nafisah namanya yang mempunyai arti Keselamatan yang tak ternilai, kira-kira begitu maknanya.

Harapan saya dan istri saya saat memberikan nama itu tentu ingin agar Putri sulung kami tersebut selalu selamat di dunia dan akherat dan juga bisa menjadi penolong kedua orangtuanya dengan do'a-doa terbaiknya.

Saat saya dan istri telah di panggil menghadap-Nya suatu saat nanti, dia (Salma) dan adik-adiknya selalu mendo'akan kami saat amal kami yang lain tak mampu berbuat apa-apa. Hanya Amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do'a anak yang shaleh dan shalehah yang bisa menembus langit menolong kami di alam kubur nanti.

Ayah adalah cinta pertama bagi Putrinya, kalimat itu sering terngiang di telinga saya dan menusuk tajam ke relung kalbu yang terdalam. 

Ada kekhawatiran, "apakah aku sebagai ayahnya mampu menjadi ayah yang di idamkannya ?" Pertanyaan itu mengusik saya, rasanya malu jika harus bertanya kepada ketiga Putri sholehah saya, khususnya si sulung yang mulai beranjak dewasa.

Kiriman foto ini sedikit menjawab pertanyaan saya selama ini, semoga kami sekeluarga selalu dalam lindungan dan kasih sayang Allah Subhanahu wata'ala.

#Day13novAISEIWritingChallenge

Sudah Siap Nak ?

   Dokumentasi Latansa DPW PKS Banten Beberapa waktu lalu di Group WA kader dishare pengumuman tentang akan dilaksanakannya Latansa (pelatih...