BIM Berbagi

BIM Berbagi

Rabu, 24 Maret 2021

Sekolah Alam, Pendidikan aplikatif bukan alternatif


Saat kita akan memilih sekolah untuk anak-anak kita, biasanya ada beberapa kriteria yang menjadi standar khusus yang menjadi acuan untuk menentukan pilihan dimana anak kita mau di daftarkan.

Setiap orangtua mempunyai kriteria yang berbeda-beda dalam menentukan pilihan sekolah untuk anaknya. Ada yang lebih mengutamakan kwalitas akademisnya, ada yang mengutamakan kemampuan bahasa asingnya, ada yang memilih IT dan teknologi modern yang menjadi andalannya, ada yang mengutamakan kemampuan fisiknya atau oleh raganya atau juga ada yang lebih mengutamakan banyak muatan agamanya, lebih khusus program Tahsin Tahfidz misalnya.

Tentu dari sekian pilihan itu, sekolah yang mempunyai kurikulum paket komplit menjadi serbuan orang tua untuk mendaftarkan anaknya. Paket komplit artinya, yang pengajaran akademisnya bagus, IT bagus, agama bagus, olahraga bagus dan bahasa asingnya bagus. Namun biasanya yang paket komplitnya bagus semua, juga berbanding lurus dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendudukkan anaknya di kursi sekolah tersebut.



Melihat perkembangan ilmu dan teknologi serta perkembangan pemikiran dan penemuan serta pola pikir yang semakin terbuka, sistem pendidikan pun makin meluas dan tak terbatas, praktisi pendidikan dan pakar ilmu psikologi mulai membuka diri untuk mengembangkan pendidikan alternatif yang berbasis aplikatif. 

Selain itu, belum di temukannya kurikulum pendidikan yang teruji dan terbukti menelurkan output yang sukses secara nasional, justru muncul benih-benih ketidak percayaan dari sebagian masyarakat terhadap sistem pendidikan dan kurikulum yang di kembangkan pemerintah yang selalu berganti-ganti setiap ganti Mentri. 

Akhirnya lahir model-model pendidikan Home schooling, bahkan pakar pendidikan dan perkembangan anak seperti Kak Seto pun meng home schooling kan anak-anaknya. Tapi karena beliau memang pakar di bidangnya, sehingga hasilnya pun luar biasa. Anak-anaknya berhasil bersaing dengan yang sekolah di pendidikan formal, bahkan mampu bersaing di kancah internasional.


Bagaimana dengan masyarakat umum atau masyarakat awam tentang sistem pendidikan ?

Tentu tak mungkin menciptakan alternatif sendiri dalam mendidik anak-anaknya. Pasti akan memilih sekolah yang tepat untuk perkembangan pendidikan, akhlak dan pemahaman agama untuk anak-anaknya.

Munculnya Sekolah Islam Terpadu yang di gagas oleh sejumlah praktisi pendidikan beberapa tahun terakhir ini cukup menjadi salah satu solusi terhadap persoalan sistem pendidikan nasional yang menjadi PR bersama selama ini, namun ada persoalan baru saat model paket komplit itu di terapkan dengan sistem terpadu. Apa persoalan baru itu ?


Ditambahnya Muatan Lokal (selanjutnya di sebut Mulok) seperti pelajaran Bahasa Arab, Tahsin atau muatan lokal lainnya, cukup menambah jam belajar dan buku pelajaran serta tugas-tugas bagi para siswa, alhasil siswa ke sekolahan seperti mau berangkat tour atau bepergian ke suatu tempat yang jauh, di tasnya siswa membawa buku paket dan buku tulis yang cukup banyak, di tambah lagi dengan bekal makanan yang cukup agar tidak kelaparan saat belajar nanti, karena siswa di sekolah dari jam 07.00 sampai dengan 14.00, total selama 7 jam full di sekolah, belum lagi jika di tambah extra kurikuler di sore harinya.

Harapan orangtua tentu dengan di tambahnya pelajaran dengan Mulok yang memang sangat bermanfaat, bisa menambah wawasan dan kemampuan anak menjadi lebih baik di bandingkan dengan sekolah negri misalnya, yang memang minim pelajaran Mulok dan pelajaran agamanya. 

Tetapi dampak lainnya, anak di tuntut harus mampu mempunyai stamina yang prima dan siap dengan persaingan yang super ketat dalam memperoleh nilai akademis, nilai pelajajaran Mulok yang tak kalah pentingnya karena mulok biasanya menjadi nilai jual tersendiri bagi sekolah tersebut dan harapan khusus dari orangtua siswa.

Nah, kita coba mengupas tentang kurikulum pendidikan yang juga mulai diminati oleh orangtua dan juga anak-anak yaitu Sekolah Alam. Sekolah yang membuat suasana yang berbeda dengan sekolah secara umum, yang biasa di ruang kelas tertutup bahkan ada yang berAC, Sekolah Alam sesuai namanya alam, tentu banyak berinteraksi dengan alam dan sistem pendidikannya berbasis Akhlaq, Logika, Leadeship dan Bisnis. 

Menurut Irma Pramiati, salah satu pendiri Sekolah Alam Tangerang Mekarbakti, 
"Jika sekolah yg kita cari adalah mengejar nilai rapot tinggi ada banyak sekolah yg bisa dipilih ,namun jika sekolah yg mampu memberikan pengalaman kehidupan nyata, menumbuh kembang karakter, penguatan minat dan bakat, tantangan utk tumbuh dan sukses dunia akhirat maka sekolah alam adalah pilihannya"

Selain itu kurikulum dan sistem pendidikan di sekolah alam, mengharuskan orangtua siswa untuk proaktif dan mengikuti program parenting yang di selenggarakan oleh pihak sekolah alam.

Untuk hal satu ini, Sekolah alam Tangerang Mekarbakti sangat serius dan intens untuk memberikan pemahaman kepada orangtua perihal pentingnya peran orangtua dalam pendidikan anak yang disingkronkan dengan program di sekolah, sehingga pendidikan anak menjadi tanggung jawab bersama antar guru dan orangtua.

Pelaksanaan Program Parenting di sekolah alam Tangerang Mekarbakti selalu di lakukan, baik sebelum Pandemi maupun saat pandemi.

Sebelum Pandemi, parenting selalu dilakukan dengan cara offline dan bertatap muka langsung, sementara saat pandemi dilakukan dengan online  via Zoom (Webinar), beberapa Nara sumber Antara lain :
 1. Ust. Salim Afillah (penulis buku best seller dan pengasuh kajian jejak nabi) 
2. dr. Aisyah Dahlan, Praktisi Neuroparenting Skill.
3. Ayah Edhy Pakar keayahan
4. Ayah Irwan Rinaldi Pakar keayahan
5. Bunda Lailasari, Coach Pendidikan Keluarga, Penulis Bloger.
6. Bang Lendo Novo, Penggagas Sekolah Alam

Dan lain-lain yang selalu menghadirkan para pakar di bidang Parenting.


Sekolah Alam Tangerang Mekarbakti adalah salah satu icon sekolah alam yang memprogram pengajaran dan pembelajaran yang lebih mengutamakan praktek langsung dengan tidak meninggalkan teorinya, aplikatif dan langsung bisa dirasakan dampak positifnya, karena sekali siswa di ajarkan di sekolah maka juga akan menjadi habit saat dia berada di rumah, dengan kata lain di sekolah Guru juga bersikap seperti orangtua, sedangkan di rumah, orangtua juga harus bersikap seperti Guru dan memastikan tugas praktek dari Bapak/Ibu  Guru telah dikerjakan.



Porsi yang diberikan lebih banyak ke praktek dengan pembagian 30% teori dan 70% praktek melalui observasi, analisa dan evaluasi. Siswa benar-benar diterjunkan langsung ke lapangan dan merasakan bagaimana menjalani proses secara langsung.


Salam Literasi

Kang Mul Jozz

#Day15ChallengeRelikabTang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sudah Siap Nak ?

   Dokumentasi Latansa DPW PKS Banten Beberapa waktu lalu di Group WA kader dishare pengumuman tentang akan dilaksanakannya Latansa (pelatih...