BIM Berbagi

BIM Berbagi

Minggu, 13 Desember 2020

HANYA 60-80 TAHUN


Saat seseorang sadar hidupnya di dunia hanya maksimal antara 60 sampai dengan 80 tahun, mestinya harus segera dan selalu mempersiapkan bekal untuk hidup yang jauh lebih lama dan kekal di Akherat kelak.

Hanya saja, karena kehidupan Akherat ini mempunyai banyak versi pemikiran dan cara pandang, akhirnya menyikapi kehidupan inipun berbeda-beda. Padahal kalau kita kembalikan kepada Sang Maha Pencipta Alam semesta dan juga alam Akherat, sudah seharusnya kita mengikuti apa yang seharusnya di lakukan di dunia ini sesuai perintah dan kehendak-Nya.

Hidup sementara untuk mengumpulkan bekal menuju kepada-Nya. Betapa Maha baiknya Tuhan semesta alam ini, sudahlah di sediakan semua fasilitas keperluan hidup kita di dunia, mulai dari nafas, kesehatan, kepandaian, keahlian dan segala hal yang di perlukan untuk mengumpulkan bekal, tetapi kebanyakan kita justru menyia-nyiakannya, justru yang seharusnya potensi itu kita pakai untuk mengumpulkan bekal menuju kehidupan yang kekal, tapi yang terjadi, bekal-bekal itu di habiskan dan di nikmati sendiri di dunia atas nama popularitas, atas nama kekuasaan, atas nama kehormatan.

Hanya keimanan yang tertancap di dada-dada manusia yang mampu menangkap sinyal ini, tentu keimanan yang benar yang sesuai dengan kehendak sang Maha Pencipta kehidupan, baik kehidupan di dunia ini, juga kehidupan di Akherat nanti.

Hanya keimanan yang benar yang mampu menempatkan kita dalam golongan orang-orang yang beriman, golongan orang-orang yang sadar akan kekalnya kehidupan Akherat yang harus di persiapkan bekalnya selama di dunia yang fana ini.

Hanya 60 sampai 80 tahun hidup kita di dunia. Alangkah ruginya kita jika bekal ini tidak mampu kita kumpulkan selama waktu yang singkat ini, padahal kehidupan Akherat itu kekal selamanya. Sementara setelah kematian memisahkan kehidupan di dunia ini dengan kita, kesempatan mengumpulkan bekal itu telah berakhir, artinya sampai di situlah nanti bekal yang kita bawa menghadap Tuhan semesta alam dan Tuhan penguasa hari pembalasan.

Semoga kita termasuk hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa sesuai dengan yang Tuhan semesta alam kehendaki, dan impian kita semua adalah kekal abadi di surga-Nya nanti.

Salam Literasi ......

#Day12desAISEIWritingChallenge

Selasa, 08 Desember 2020

CERBUNG : KEMBALINYA NYAWA ISTRIKU


KEMBALINYA NYAWA ISTRIKU
Oleh Kang Mul Jozz

Peristiwa ini terjadi di akhir tahun 2004 kurang lebih 16 tahun yang lalu, tepatnya 2 bulan sebelum terjadinya Tsunami di Aceh. Peristiwa yang hampir saja merenggut nyawa istriku karena kecelakaan lalu lintas di depan Pasar Mede Cilandak Jakarta selatan, kejadian ini sangat memilukan jika harus di ceritakan kembali.

Berawal dari kunjungan silaturahmi ke tempat kakak-kakak kami di Jakarta dalam suasana Idul Fiti, hal ini menjadi tradisi dalam keluarga kami dan keluarga Muslim lainnya, sebagai wujud penghormatan kami karena sebagai adik bungsu yang harus datang ke saudara-saudara yang lebih tua. 

Salah satu kakak kami yang di Pondok labu sudah kami kunjungi dan sempat menginap semalem di rumah kontrakannya. Saatnya kami silaturahmi ke tempat kakak kami yang tinggal di Cilandak Tengah yang jarak tempuhnya sekitar 20 menit perjalanan menggunakan sepeda motor. 

Ba’da maghrib aku, istriku dan anakku yang baru berumur kurang lebih 1 tahun 7 bulan sudah bersiap menuju ke Cilandak tengah, saat itu suasana hatiku seperti ada sesuatu yang mengganjal, langit sudah gelap karena malam hari sudah tiba, tetapi perasaan saya selain gelap, langit itu mendung dan segera akan turun hujan. Padahal jika memandang ke atas taka da mendung di atas sana.

Sepeda motor ku pacu dengan kecepatan sedang-sedang saja, karena aku tak terbiasa ngebut saat berkendara di jalan raya, apalagi Jakarta, kota yang penuh sesak dengan manusia yang datang dari seluruh Indonesia, jalan raya sudah seperti arena balapan untuk mengejar waktu dan menghindari macet pada jam-jam tertentu. Dalam perjalanan menuju rumah kakakku di Cilandak tengah, aku sempatkan ngobrol sama istri di atas Sepeda motor dalam perjalanan.

"Bun, kita beli makanan yuk buat oleh-oleh” kataku sambil membuka kaca helm yang kupakai, karena saat kaca tertutup terkadang suara ku nggak terdengar oleh istri.

“Yuk, mau beli apa enaknya yah ?” jawabnya sambil bertanya balik.

"Beli buah aja ya, kalau kue kan lebaran gini pasti sudah banyak kue di rumah Bude” timpalku sedikit mengarahkan beli buah-buahan aja.

“Ya sudah cari toko buah aja kalau gitu”istriku mengiyakan usulanku untuk beli buah saja. Sebenarnya rumah kakak yang di Cilandak tengah ini sudah tinggal satu belokan sampai, nsmun karena keinginan membawakan oleh-oleh akhirnya kami harus melewati belokan itu dan meutar jauh untuk mencari took buah.

Cukup lama kami berputar-putar untuk menemukan took buah, karena sudah cukup jauh berjalan nggak mendapatkan toko buah tersebut akhirnya saya menepi ke tukang martabak  pinggir jalan dan sedikit dengan nada putus asa aku bilang ke istri :

“Sudahlah bun, ini saja lah bawain martabak” sungut saya sambil menunjuk tukang martabak di sebelah kiri kami. Dari belakang istriku bilang sambil menunjuk tukang buah di sebrang jalan.

“Itu ada buah yah di sebrang jalan itu” istriku sedikit berteriak sambil menunjuk tukang buah yang berada di sebrang jalan. Aku sedikit kesal karena sudah berhenti di depan tukang martabak malah di kasih tau ada tukang buah di sebrang jalan.

“Muternya jauh itu kalau harus kesitu” sahut saya dan dalam hatipun tidak setuju kalau harus memutar arah lagi. 

“Nyebrang saja lah kalau gitu” istriku sedikit ketus menyela penjelasanku.

“Ya sudah nyebrang aja kalau gitu, ayah sama dede nunggu di sini aja” jawabku setengah tak setuju dengan ide menyebrang jalan hanya untuk membeli buah. 

Bukan tanpa alasan ketidak setujuanku ini, karena aku tau istriku termasuk orang rumahan, jarang sekali keluar rumah kalau tidak ada hal penting yang harus di kerjakan. Apalagi ini jalanan kota Jakarta yang cukup padat dan membahayakan kalau tidak pandai menyebrang jalan.

Dari kejauhan kulihat istriku sudah sampai di tukang buah, dan terlihat seperti tawar menawar harga. Akhirnya buahpun terbeli dengan plastic kresek warna putih bening. Perasaanku belum lega, sebelum istriku sampai di sebrang tempat aku dan anakku menunggunya di atas sepeda motor. 

Kulihat istriku sudah mulai bersiap menyebrang kembali dengan menenteng buah di tangannya. Sebrangan pertama sudah aman dan sudah sampai di pembatas jalan, ku lihat tangannya melambai-lambai ke sebelah kirinya untuk minta di berikan jalan ke pengendara sepeda motor dan mobil. 

Aku bersiap hendak menyalakan sepeda motor Honda Grand tahun 94 kesayangan kami satu satunya, tiba-tiba terdengar suara “Braaakkkkkkk, di depanku terlihat seorang wanita berjilbab dan masih memakai helm terlempar sejauh kurang lebih 5 meter dan membentur trotoar jalan. 

“Astaghfirullah Bunda” spontan saya turun dari sepeda motor dan meninggalkan anakku yang belum tau apa yang sedang terjadi dengan bundanya, aku berlari menghampiri istriku yang tergeletak pingsan di pinggir jalan. Saya lihat tidak keluar darah dari kepala atau badannya.

“Astaghfirullah, koq bisa si Mas tadi gimana ?” kataku ke pengendara sepeda motor yang menabrak isrtiku.

"Tadi istrinya nyebrangnya ragu-ragu pak, kita bawa ke rumah sakit aja pak” jawabnya gugup dan ketakutan. Karena orang-orang di sekitar mulai berdatangan mengerumuni istri saya yang masih pingsan tak berdaya di pinggir jalan.
Dari kerumunan orang itu, ada yang berteriak 

“Bawa ke rumah sakit aja, itu deket koq depan situ paling 1 kilo, rumah sakit Fatmawati” katanya sambil menunjukkan arah rumah sakit. Aku baru teringat anakku sendirian di atas sepeda motor, segera aku menghampiri anakku untuk menggendongnya. 

“Putri” begitu anakku biasa di panggil, dia masih belum sadar apa yang sedang terjadi. Sambil ku gendong aku hampiri istriku yang masih pingsan, tapi betapa kagetnya setelah aku balik badan, istriku sudah tidak ada di tempat dia terjatuh. Aku panik, bingung dan serba salah, orang-orang disekelilingku hanya diam saja tanpa reaksi apa-apa.

“Kemana istriku tadi pak ?” setengah berteriak aku bertanya kepada orang-orang yang tadi berkerumun.

“Dibawa sama yang nabrak tadi mas, paling di bawa ke rumah sakit” katanya sedikit menenangkanku yang benar-benar kalut saat itu. 

Pikiranku sudah tidak karuan, jadi berpikir negatif ke orang yang nabrak tadi, “jangan-jangan istriku di buang di pinggir jalan sama orang itu karena nggak mau tanggung jawab” . kalut, bingung, khawatir campur aduk jadi satu.

Bersambung .........,

#Day08desAISEIWritingChallenge

Sabtu, 05 Desember 2020

TULISAN KE-60


Saya benar-benar tertarik dengan bocah kecil ini, yang pasti ilmu dan cara pandang anak ini di atas rata-rata anak seusianya. Awalnya saya hanya tertarik dengan sekilas ceritanya mulai menulis karena nasehat abinya, lama-lama saya tertarik juga ingin memiliki buku karyanya.

Tak terasa tulisan saya ini adalah tulisan yang ke-60 di blog saya sejak mulai belajar menulis dan mengikuti challenge-challenge yang di adakan AISEI. Selain saya belajar menulis, sebenarnya ada rasa yang lain yang saya rasakan bergabung di AISEI ini, rasa itu adalah saya merasa Indonesia banget.

Di AISEI, selain bertemu di dunia Maya dengan para guru hebat dari seluruh Indonesia (meskipun belum semua propinsi), saya juga merasa berkumpulnya di sini benar-benar merasa di bimbing oleh para senior dari berbagai latar belakang, dan ini membuat saya merasa inilah Indonesia.

Pertanyaan yang timbul di benak para pembaca kepada saya sekarang mungkin "Apakah selama ini tidak merasa Indonesia ?"

Jelas Indonesia dong, jiwa nasionalisme saya tinggi, insya Allah, bendera merah putih saja masih tetap berkibar di teras rumah saya sampai saat ini, padahal selepas bulan Agustus yang lain sudah melipat bendera tersebut. 

Hanya saja beberapa tahun terakhir ini saya merasa prihatin dengan kondisi anak bangsa ini yang terkesan berkelompok-kelompok dan menonjolkan identitas masing-masing, meskipun itu sah-sah saja menurut saya. Tetapi rasa toleransi dan tepi seliro antar masyarakat yang beda pilihan politik mulai memudar khusunya yang terjadi di media sosial.

Tetapi melalui wadah AISEI ini saya merasa fokus kita menjadi lebih jelas yaitu "Menulis" , tetapi ternyata bukan hanya sekadar menulis yang tanpa makna. Dari menulis yang awalnya hanya yang penting menulis apa saja, akhirnya berpikir keras, bagaimana menulis yang bermakna dan bisa bermanfaat untuk orang lain.

Dari kegiatan menulis ini setidaknya saya merasakan perubahan positif luar biasa dalam diri saya diantaranya :
1. Saya kembali menyukai buku dan mulai membaca buku-buku yang tersimpan lama di rumah.
2. Saya mulai fokus pada solusi bukan sekadar bereaksi. Misalnya dulu setiap ada berita politik atau berita viral lainnya, secara otomatis jari ini langsung berselancar dan menumpahkan segala uneg-uneg kekesalan  atau ketidak setujuan dengan hal yang berbeda dengan sikap saya, sekarang Alhamdulillah, secara otomatis berhenti sendiri dan berpikir itulah perbedaan yang harus di sikapi dengan bijaksana.
3. Mulai menuliskan lagi impian dan rencana-rencana yang tertunda dan kembali membuka file-file lama yang terpendam karena kondisi ekonomi, saat ini saya berpikir tidak ada yang tidak mungkin selama kita merencanakan dan mulai mengabur pekerjaan menuju impian tersebut.
4. Mulai merasakan dampak positif dari apa ya g pernah om Jay gaungkan "Menulislah setiap hari dan buktikan apa yang terjadi.  Meskipun hasil karya berbentuk buku belum terbit, tetapi intuisi kuat menerbitkan buku itu semakin menguat dan tak terbendung lagi.

Setiap kesempatan saat santai, saya menuliskan apa yang sedang saya pikirkan, karena jika tidak di tulis, berpotensi besar terlupakan dengan banyaknya aktifitas harian.

Awal mengikuti challenge AISEI menulis 100 kata setiap hari sepertinya cukup berat dan butuh waktu khusus dan konsentrasi tinggi, setelah berjalan 2 bulan dan saya berusaha mengikuti challenge ini dengan penuh kesungguhan, tulisan saya saat ini sudah melebihi target dari AISEI.
Tulisan saya saat awal-awal mengikuti challenge AISEI berjudul 5 menit 100 kata

Dan tulisan saya yang  ke-60 ini sudah lebih dari 500 kata dengan waktu menulis yang tidak lebih dari 30 menit.

Salam Literasi.

#Day06desAISEIWritingChallenge


Jumat, 04 Desember 2020

Anakku, Menulislah !


Beberapa waktu lalu, saat buka Facebook dan membaca beberapa postingan, termasuk iklan, tiba-tiba mata saya tertuju kepada sebuah iklan berbayar yang covernya seperti foto di atas.

Iklan ini masih ada versi yang lain dan menurut saya sangat bagus dan inspiratif. Buktinya saya langsung tertarik, bukan membeli bukunya hehehe ......., Tetapi tertarik dengan pendidikan ayah  (yg di panggil Abi oleh anak ini) mengajari anaknya untuk menulis sejak dini.

Saya tidak bisa membayangkan, jika sejak kecil si anak sudah gemar menulis, apalagi sudah menghasilkan karya sebuah buku bahkan beberapa buku, bagaimana jika anak nanti tumbuh dewasa, saat kuliah misalnya, tentu karya-karyaanya lebih fenomenal lagi.

Ide membiasakan anak menulis ini sangat bagus untuk perkembangan anak, ia akan selalu membuat jadwal hariannya dan menyelipkan waktu untuk menulis di tengah kesibukannya bermain dan belajar. 

Apalagi di tengah maraknya anak-anak kecanduan gadget, ide ini akan sangat membantu anak mengurangi kecanduannya tersebut.

Saat saya menulis ini, beberapa kali saya menghela nafas, sambil membayangkan jika salah satu anak saya atau ke empat anak saya sampai kecanduan menulis sejak usia dini, Masya Allah, pasti saat dewasanya karyanya sudah bisa mendunia.

Saya saja yang tidak punya basic menulis, dan mengenal dunia penulisan melalui bloger bersama para senior di AISEI setelah berusia 43 tahun, merasa perubahan yang sangat positif pada sikap dan cara pandang saya, apalagi jika mengenal dan memulai menulis itu di usia muda, tentu hasilnya akan sangat luar biasa.


Salam literasi !

freeWriting

Kamis, 03 Desember 2020

SUDAH KANGEN KEMAH LAGI

                     Curug Nangka Bogor 2015

Wabah Covid 19 benar-benar telah memperorak porandakan sendi-sendi kehidupan manusia di era digital ini. Makhluk yang bukan ghoib tetapi tidak terlihat kecuali dengan menggunakan alat khusus ini mampu mengubah semua kebiasaan manusia di dunia.

Semua sektor baik formal maupun non formal telah mengalami perubahan yang sangat drastis, bahkan sampai ke sektor pendidikan. Tak perlu saya tuliskan di sini karena semua telah merasakan dampaknya.

Korban berjatuhan tak terhindarkan, bahkan beberapa adalah orang-orang yang kita kenal yang ada di sekitar kita. Sedih rasanya melihat yang wafat di kebumikan dengan cara tak lazim sebagaimana kita umat beragama.

Semoga wabah Covid 19 ini segera berakhir dan virus ini musnah dari muka bumi ini, sehingga semua bisa normal kembali, bisa sekolah lagi, bisa kerja normal lagi dan semua kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Salah satu agenda yang di nanti-nantikan di akhir tahun atau awal tahun berikutnya adalah Kemah atau camping  yang tiap tahun menjadi agenda rutin BIM Berbagi, Lembaga beasiswa Yatim Dhuafa yang intens memberikan beasiswa kepada 40 siswa/siswi binaan BIM.

Lembaga ini berdiri sejak tahun 2002, awalnya hanya memberikan bantuan biaya SPP untuk anak SD dan SMP tanpa pembinaan. Berjalannya waktu dan perubahan kepengurusan, BIM berkembang menjadi lembaga Beasiswa Pendidikan dan Pembinaan untuk anak-anak Yatim Dhuafa tingkat SMP dan SMA.

Sudah ratusan alumni yang berhasil BIM luluskandari sekolah mereka masing-masing dan sudah banyak yang mulai bekerja baik di perusahaan swasta, Rumah sakit, wirausaha dan bahkan ada yang menjadi Pegawai Negri Sipil.

Sebagai pengurus, saya dan teman-teman cukup bahagia melihat mereka para alumni BIM sukses di bidangnya masing-masing. Dan kamipun sering merasa kangen mengadakan event bersama mereka.

Salah satu kegiatan yang kami rindukan adalah Kemah bersama mereka, di kegiatan itulah kami bisa merasa benar-benar dekat dengan mereka, mendengarkan keluh kesah mereka dan kemudian memberikan solusi terbaik untuk kemajuan prestasi mereka.

Kemah adalah saat yang paling tepat untuk membentuk karakter mereka melalui kegiatan di luar ruangan, melatih survive  tanpa keterlibatan orangtua mereka saat di gunung atau di tengah hutan.

Sungguh kami merindukan tenda-tenda biru itu berjejer rapi, membuat lomba memasak kemudian pembina mencicipinya, menilainya dan memberikan hadiah bagi para juara yang di sambut tepuk tangan meriah semua peserta.

Hai Covid, jika tugasmu sudah selesai segera entahlah dari muka bumi ini, atau jika kau memang harus hidup berdampingan dengan kami, maka jinaklah, cukuplah daya serangmu seperti flu biasa, tak perlu mematikan. Kita sama-sama makhluk Tuhan, tak bisakah kita berkompromi agar kehidupan kami normal kembali.
.                     Foto sebelum Pandemi 

Tetap lakukan 3M
1. Menjaga Jarak.
2. Memakai Masker.
3. Mencuci Tangan  menggunakan sabun.

Semoga kita semua terhindar dari wabah ini dan bisa kemah kembali.


Salam Literasi.

#Day04desAISEIWritingChallenge

          
                      


Selasa, 01 Desember 2020

212 HANUM HANANIA

                 Foto saat ikut jualan di Kantin

          Foto saat di tinggal Ummi ke Palembang 
                             dan ikut jaga toko

     Foto saat Hanum dapat kiriman Ubi Cileumbu
             Dan kranjangnya dipakenya buat selfi


Ini tidak ada hubungannya dengan gerakan 212 yang viral beberapa tahun lalu, 212  Hanum Hanania adalah sekadar pengingat tanggal lahir anak saya yang ke-4 bernama lengkap Hafshah Hanum Hanania yang lahir Tanggal 2 Desember 2017. 

Hari ini Hanum Hanania genap berumur 3 tahun, semoga menjadi anak yang Sholehah, yang berguna untuk Agama, bangsa dan negara, serta berbakti kepada kedua orangtuanya.

Sedikit mengingat saat proses kelahiran si Hanum ini, sampai 2 hari bolak balik puskesmas. Pertama datang pagi-pagi ke Puskesmas, ternyata siangnya suruh pulang sama Bidan.

"Baru pembukaan satu Bu, pulang aja dulu" kata salah satu bidan di puskesmas itu. 

"Nanti di rumah kalau kira-kira sudah sering mules langsung ke sini lagi, 24 jam koq bukanya" lanjut Bu bidan.

Akhirnya kami putuskan untuk pulang lagi ke rumah. Sore, petang dan akhirnya malampun tiba. Sekitar jam 12 malam istri mulai sering mules-mulesnya.

"Abi, sekarang aja ke puskesmas lagi, mulesnya sudah sering nich" pinta istri sambil membangunkan saya yang sudah ketiduran di kamar belakang.

Tengah malam itu saya dan istri berangkat berdua ke puskesmas, kedua anak saya yang nomor 2 dan nomor 3 sudah tertidur pulas, terpaksa mereka di tinggal dengan meninggalkan pesan tulisan dan 1 HP di tinggal untuk komunikasi, sedangkan anak pertama kami si sulung ada di Pesantren.

Sampai di puskesmas sangat berharap, begitu di cek bidan sudah pembukaan 7 atau 8, ternyata setelah di cek, baru pembukaan 2 mendekati 3, astaghfirullah. Saya tidak bisa membayangkan kegalauan istri saya waktu itu, padahal sudah hampir setiap 15 menit mengeluh mules dan terlihat kesakitan.

Andai saja sakit itu bisa di bagikan ke saya sebagai suaminya, ingin rasanya berbagi rasa itu untuk mengurangi rasa sakit istri saya.

Sambil menunggu dan memijit-mijit kaki istri, saya jadi teringat Simbok saya, 

"Ooo jadi begini rasanya ibu mau melahirkan, serba salah, begini salah, begitu salah" pikir saya dalam hati. 

"Ma'afkan anakmu ini mbok, yang sering menolak permintaanmu" kesadaran itu timbul tiba-tiba saat melihat istri merasa kesakitan.

Pagi beranjak pergi, siangpun terasa lama baru tiba, berharap pembukaan mulai naik menjadi 6 atau 7, ternyata masih tetap sama seperti tadi pagi.

Beberapa bidan sudah mulai tukar shift, yang jaga malam sudah pulang dan berganti dengan bidan yang jaga siang. Setiap ganti jaga, bidan yang baru cek lagi perkembangan istri dalam suasana yang makin menegangkan.

Tiba-tiba ada bidan senior bilang ke bidan yang lain dengan suara agak di tahan tapi terdengar oleh kami, 
"Tadi ada yang mau di rujuk ke rumah sakit katanya, yang mana?" Tanyanya ke bidan yang lebih muda di sebelahnya.

Spontan istri menjawab "Nggak mau ke rumah sakit, disini aja lahirannya" sambil memegang erat tangan saya dan sangat terlihat kecemasan di wajahnya yang mulai kelelahan.

"Nggak, insya Allah nggak ke rumah sakit, itu bukan ummi yang mau di rujuk ke rumah sakit" saya mencoba menenangkannya padahal dalam hati saya juga khawatir, kalau sampai di rujuk ke rumah sakit bisa repot nanti.

Bidan yang di tanya seniornya menjawab dengan penuh keyakinan terlihat dari wajahnya yang tenang, 

"Ibu ini mah nggak, normal semua koq, tensi darah bagus, tenaganya juga masih kuat, iya kan Bu Isna, masih kuat kan ?" Tanya bidan mencoba meyakinkan.

"Insya Allah kuat sus, saya masih kuat koq, di sini aja lahiran normal, saya nggak mau ke rumah sakit" jawab istri saya penuh keyakinan meskipun tetap terlihat ada kecemasan di wajahnya.

Jam di dinding kamar pasien menunjukkan pukul 14.45 menit, bidan kembali mengecek perkembangan istri saya dan setelah di cek membuat saya dan istri makin panik tak karuan.

"Baru pembukaan 4 Bu, nanti di cek lagi ya jam 5 sore" penuh kesabaran Bu bidan menenangkan istri saya yang makin kesakitan merasakan mules di perutnya. 

"Sabar ya Bu, banyakin istighfar, saya tinggal dulu ke depan ya" bu bidan mohon ijin meninggalkan kami, sementara istri terus meringis kesakitan memegangi perutnya.

Mendengar penjelasan bidan itu bukan hanya istri saya yang makin galau, tapi sayapun juga seolah merasakan kesakitan yang istri rasakan, tetapi dalam bentuk yang lain, saya merasa kasihan melihat istri yang cukup lama merasakan sakit mules di perutnya.

Waktu terus berjalan, saya harus melakukan sesuatu, kalau jam 5 sore baru di cek lagi, bisa tengah malam istri saya baru melahirkan, atau jika terlalu lama, bisa benar-benar di rujuk ke rumah sakit nanti.

Sambil memegang erat tangan istri saya, saya berdo'a kepada Allah Subhanahu wata'ala untuk di permudah kelahiran anak saya yang ke empat ini. Saya bertawasul amal agar di kabulkannya do'a-do'a saya. 

Saya teringat kisah 3 sahabat yang terjebak di dalam gua, karena pintu gua tertutup batu besar, kemudian mereka bertiga bertawasul dengan amal mereka masing-masing dan akhirnya do'a mereka di kabulkan dan terbukalah pintu gua tersebut, sehingga mereka bisa keluar dari dalam gua.

Menjelang Sholat Ashar saya berdo'a dan bertawasul amal-amal saya yang sekiranya Allah terima, dalam hati saya ragu, apakah amalan-amalan saya selama ini diterima sama Allah ?

Saya mencoba mengingat-ingat amal apa yang saya lakukan dengan ikhlas ? Rasanya selama ini terlalu sedikit amalan yang saya lakukan !

"Ya Allah, jika amalan saya yang ini .......(saya sebutkan amalan yang pernah saya lakukan) Engkau terima, tolong mudahkanlah istri saya melahirkan ya Allah" lirih saya dalam hati.

Do'a ini saya ulang berkali-kali sambil menyebutkan amalan-amalan yang lain yang saya ingat.

Dari masjid dekat Puskesmas terdengar suara Adzan Ashar berkumandang, saya bermaksud segera menunaikan Shalat Ashar di masjid terdekat, 

"Mi, abi tinggal shalat Ashar dulu ya" pinta saya ke istri yang sepertinya mulai sedikit agak reda merasakan mules di perutnya.

"Ya, tapi jangan lama-lama ya, abis shalat langsung balik kesini lagi"  istri balik meminta ke saya

"Iya" jawab saya sambil berjalan menuju pintu keluar.

Sebelum membuka pintu, tiba-tiba istri saya menjerit, 

"Astaghfirullah, sakit banget, bi tolong panggilan suster" istri setengah berteriak meminta saya memanggil bidan.

Saya berlari ke ruang bidan.
"Suster, tolong istri saya sus" 

Dengan cekatan Bu bidan langsung menuju ke kamar dan langsung cek kondisi istri saya.
"Wah sudah siap nich Bu Isna, ayo siap-siap" Bidan segera mempersiapkan segala peralatan persalinan dan juga memanggil temannya untuk mulai proses persalinan.

Saya mengurungkan berangkat ke masjid karena istri sudah mulai persiapan melahirkan, saya duduk di sebelahnya  sambil bersiap ngipasin istri saya, karena pasti keringat akan mengucur saat proses persalinan ini.

Bidan terus memberi semangat dan mengarahkan istri untuk bisa melahirkan dengan mudah, saya hanya bisa berdo'a untuk kemudahan kelahiran anak ke empat saya.

Sementara istri berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan buah hati kami. Tepat jam 15.45 hari Sabtu tanggal 2 -12 - 2017 anak ke empat kami lahir dengan selamat dan normal dengan berat 3,1 kg.

"Oek oek oek".....tangisan anak kami memecah ketegangan yang terjadi selama hampir 30 menit itu.

Seketika istri saya menangis bahagia atas kelahiran putri ke empat kami ini. Rasa sakit yang ia derita selama 2 hari menjelang kelahiran, hilang lenyap seketika, seiring suara tangis bayi mungil yang lucu anggota baru keluarga kami.

Sayapun bahagia tak terkira, meski awalnya menginginkan  anak laki-laki hadir melengkapi kebahagian kami, tapi melihat istri selamat dan anak terlahir sehat sudah cukup mengobati kekhawatiran dan kegundahan hati saat mendampingi proses persalinan istri.

Alhamdulillah  kelahiran keempat anak kami, semua normal tanpa Cesar, dan ini semua berkat pertolongan dan kemudahan yang Allah berikan kepada kami, juga kegigihan istri saya untuk tetap melahirkan normal tanpa Cesar.

Dan saat ini, si bayi mungil itu telah berusia 3 tahun, cantik, lucu dan ceriwis. Semoga menjadi anak yang sholehah. Aamiin

Rasanya sudah cukup punya anak 4 saja, 3 Putri dan 1 Putra, mengingat usia istri yang sudah mulai kepala 4 dan kondisi fisiknya yang rentan jika harus hamil dan melahirkan lagi.

Semoga anak-anak kami menjadi anak-anak yang Sholeh dan Sholehah Hafidz dan hafidzoh Al-Qur'an, bisa menjadi keluarga Allah nantinya.


#Day02desAISEIWritingChallenge


WEBINAR DI AKHIR NOVEMBER

                               Zoom Sharing AISEI

Hari ke-28 di bulan November saya mengikuti challenge dari komunitas menulis atau komunitas AISEI. 

Merupakan suatu hal yang luar biasa saya merasakan perubahan positif yang signifikan dan secara tidak langsung telah merubah sikap dan tindakan saya untuk melakukan hal yang lebih bermakna.

Sebelum mengikuti komunitas-komunitas pelatihan dari blogger nasional ini, media sosial yang sering saya kunjungi adalah Facebook dan biasanya berita yang paling saya sukai adalah berita tentang politik.

Tentu saja ketika kita bicara politik pasti ada dukung-mendukung dan tentu ini akan terjadi perbedaan pendapat atau perbedaan pilihan di antara saya dan teman-teman saya di Facebook yang sudah full 5000 orang, bahkan dengan teman sendiri atau bahkan dengan saudara sendiri terjadi pilihan yang berbeda.

Ini sangat membuat kehidupan dan hati serta rasa tidak nyaman di antara kami pada saat itu, 

Selanjutnya ketika saya mengenal dunia penulisan melalui training yang diadakan oleh Om Jay dan kawan-kawan kawan, serta bergabung dalam komunitas AISEI,  saya merasakan sekitar 2 bulan ini sangat luar biasa, karena secara natural/alami tanpa saya sadari, hal ini telah merubah sikap dan kebiasaan saya.

Yang dulunya selalu berkomentar mengenai politik atau berita-berita terupdate yang lagi viral, karena  rasanya gatal tangan ini kalau tidak memberikan komentar.

Tetapi berkat komunitas AISEI,  saya benar-benar sudah tidak berminat lagi untuk berkomentar dalam berita berita politik atau berita berita viral di tengah masyarakat, saya lebih fokus untuk menulis menulis dan menulis. 

Dan fokus saya bagaimana menghasilkan karya secepatnya sehingga apa yang selama ini saya impikan salah satunya adalah bisa menulis dan karya ini bisa dibaca oleh banyak orang,  yang mudah-mudahan bermanfaat mudah-mudahan menginspirasi atau memotivasi orang lain untuk berbuat yang lebih baik.

Untuk itu saya akan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa senior yang saya kenal dan mohon maaf kalau nanti tidak tersebut semuanya. 

Yang pertama Pak Ridwan Nurhadi, beliaulah yang mendorong saya atau lebih tepatnya menceburkan saya ke dunia penulisan ini, sungguh sangat mengasyikkan ternyata, dan beliau juga menjadi mentor saya ketika saya mengalami kesulitan dalam penulisan.

Yang ke-2 Om Jay atau bapak Wijaya Kusuma sebagai bapak blogger nasional, seorang yang luar biasa yang dengan kesibukan beliau yang super, tetapi masih berusaha untuk mengkampanyekan bagaimana seorang guru itu harus mampu menulis dan menulis. Motto beliau yang terkenal adalah menulislah setiap hari buktikan apa yang terjadi,  

Berikutnya bu guru yang usianya sudah tidak muda lagi tetapi menginspirasi banyak orang bagaimana beliau bisa jalan-jalan  keliling dunia,  beliau adalah Bu Sri Sugiarti atau sering dipanggil dengan sebutan Bunda Kanjeng yang sering bercerita tentang travelling beliau yang ke Turki dan ke beberapa  di benua lainnya.

Berikutnya ada Mbak Dea ada Bu Dahlia, Dr. Capri sebagai ketua,  terima kasih banyak kepada bu Aam, Bu Rita, Pak Toad Isbani isbani,  Bu atik Bu Kartini, Bu Ismi, Bu Diah, Bang Indra keren dan Pak D Susanto yang telah menjapri saya memberikan banyak masukan yang luar biasa tapi beberapa tulisan saya sudah tidak dikunjungi beliau lagi, kangen rasanya komentar beliau......hehehe ...

Terima kasih semuanya, mohon ma'af jika belum tertulis semuanya.

Salam Literasi selalu bersemangat.

#Day28novAISEIWritingChallenge

Hanya 100 Ribu Harga Suaramu di Pemilu

PEMILU Si Pembuat Pilu Tahun 2024 Indonesia menggelar Pemilu Pilpres dan Pileg. Ada yang menarik untuk dibahas dan dianalisis, yaitu fenomen...