BIM Berbagi

BIM Berbagi

Minggu, 15 November 2020

KETEMU YANG DICARI


Berbekal ilmu Iqro dari kampung dan nasehat dari Bapak yang selalu mewanti wanti (Berpesan) untuk selalu menjaga diri, menjaga kehormatan diri juga keluarga dan selalu berhati-hati setiap ada ajakan atau tawaran sesuatu dari orang lain yang belum di kenal, Si Mul melangkah sendiri menapaki kehidupan ini.

Saat pencarian jati diri itulah Si Mul menemukan beberapa hal yang cukup menguras energi pemikiran dan keyakinan, salah satu kejadiannya seperti yang akan di ceritakan berikut ini :

"Aku pengen ngaji di sini dimana ya mas Slamet ?" Tanya Simul kepada teman kontrakannya yang sudah duluan menetap di Tangerang.

"Ooo ada Mul, temen kerjaku kemarin ngajakin aku ngaji di deket kontrakannya sana" jawab Mas Slamet bersemangat, 
"Cuma saya belum siap ikut ngaji" tambahnya

"Ngajinya gimana ya mas ?" Simul penasaran menanyakan seperti apa pengajiannya.

"Ya ngaji Al-Qur'an, terjemahan gitu"  mas Slamet menjawab sambil menyalakan korek api di tangannya, mas Slamet ini perokok aktif dan agak jauh dari agama, shalat masih jarang-jarang, dan kadang juga iseng minum bir beralkohol.

"Ustadnya darimana mas"  Simul makin penasaran tanda kalau dia ingin sekali menghadiri pengajian itu.

"Darimana ya, kayaknya jauh juga, ada yang dari Jakarta juga katanya"  mas Slamet sudah mulai malas menanggapi pertanyaan Simul.
"Gini aja Mul nanti aku bilang ke temenku yang ngajakin kemarin, kalau kamu pengen ngaji, biar besok pas jadwal ngaji dia nyamper kamu"  saran mas Slamet ke Simul.

"Okey mas kalau gitu, siap"  Simul menutup obrolan itu bersemangat, bayangannya sudah mulai menerawang larut dalam suasana pengajian yang ia cari selama ini.

Tibalah saatnya jadwal pengajian itu, teman mas Slamet akhirnya nyamper  Simul sesuai janjinya. Mereka berdua berangkat menuju kontrakan yang di maksud.

Sampai di lokasi terlihat ada beberapa orang sedang di ajak ngobrol sama seseorang yang sepertinya di sebut Ustadz itu. 

"Assalamu'alaikum ....." Salam Simul dan teman barunya dari luar kontrakan.

Bersambung ...........

#Day12novAISEIWritingChallenge

Sabtu, 14 November 2020

MENCARI JATI DIRI


Suatu ketika teman SD yang sudah merantau duluan ke Jakarta menawari Simul kerja menjadi tukang kebun dengan bayaran Rp. 200.000,- /bulan (Saat itu UMP Jakarta masih sekitar 120.000,-/bulan di tahun 1995). Tanpa pikir panjang Simul ambil peluang itu ....,ya daripada nganggur pikirnya.

Koq bisa gaji tukang kebun ngalahin UMP (Upah Minimum Propinsi) ?
Ya ....karena ini tukang kebun di perumahan yang punya rumah Bule Australia ......ya wajar kalau gajinya lumayan waktu itu .... Lumayan untuk ukuran Pekerja serabutan.

Menjadi tukang kebun tak bertahan lama, hanya sekitar 1,5 bulan, tapi kosakata bahasa Inggris Simul bertambah 1 hari 5 kosakata, kali 40 hari sudah 200 kosakata yang ia hafal .....Wow ....

Kenapa mesti ngafalin kosakata bahasa Inggris ?
Ya ....karena bosnya, suami istri orang Australi, ngomongnya mesti pake bahasa Inggris.

Selama menjadi tukang kebun itu, Simul tetap kirim-kirim lamaran via post dan titip lewat teman yang sudah bekerja di Perusahaan. Akhirnya nyangkut  juga satu panggilan di Tangerang, Simulpun hijrah ke Tangerang.

Tahun 1995 Tangerang masih gersang, jalanan masih banyak yang berdebu, teman-teman yang pernah di Tangerang tahun itu dan membandingkan dengan saat ini, tentu akan sangat jauh perbedaannya.

Saat itulah Simul mulai memasuki kawasan industri dan kerja di pabrik spare part otomotif di PT. Arai Rubber Seal Indonesia (ARSI). 

Bayangan kerja di kantoran, duduk di belakang meja dan di depannya seperangkat komputer sebagai alat bantu kerja, berubah total dengan kenyataan yang ada, karena hanya bermodal ijazah SMEA/SLTA alat bantunya mesin-mesin produksi dengan suasana kerja yang panas dan berbau karet.

Kerja Shift 1, 2 dan 3 bergilir secara bergantian, membuat Simul benar-benar harus jaga stamina, karena setiap Minggu harus berubah pola waktu kerjanya.

Main bola seminggu sekali adalah hiburan yang sangat ditunggu-tunggu sebagai pelepas penatnya suasana kerja. Hobby lamanya waktu di kampung dulu benar-benar tersalurkan di lapangan hijau (meski aslinya lapangannya tanah merah, karena rumputnya sedikit ....hehehe).

Hal yang paling menyedihkan Simul saat datangnya bulan Ramadhan, saat di kampung dulu setiap sore menjelang berbuka pasti ke masjid untuk mengajar ngaji anak-anak full selama bulan Ramdhan dan berbuka puasa bersama ta'jil dari masyarakat yang di giilir setiap harinya. Malamnya selepas Shalat Taraweh, tadzarus bersama teman-temannya..

Di Tangerang, suasana berubah 180° bertolak belakang dengan suasana di kampung dulu. Saat shift 1 sorenya berbuka sendirian di kontrakan atau warteg terdekat, shift 2 berbuka di Pabrik, dan shift 3 yang paling menyedihkan, jam 21.30 saat dulu di kampung masih asyik bertadzarus Al-Qur'an di masjid, di Tangerang jam itu juga harus berangkat bekerja shift malam.

Sepanjang perjalanan ke pabrik, terdengar suara tadzarus dari Masjid bersahut-sahutan, menambah suasana hati yang makin rindu akan kampung halaman.

Namun setelah berjalan bertahun-tahun, akhirnya Simul mulai bersahabat dengan keadaan dan kenyataan. Apalagi saat itu pengurus masjid perusahaan juga aktif melakukan kegiatan-kegiatan dakwah yang membuat suasana Perusahaan mirip seperti Pesantren.

Sebulan sekali di adakan kajian dengan Ustadz-ustadz yang di hadirkan dari ibukota dan juga kota Tangerang. Saat Ramadhan tiba sepulang shift 2 di adakan Shalat Taraweh berjama'ah di masjid.

Hal itulah yang membuat Simul seperti menemukan jati dirinya dulu, ia kembali mengaji, ia menemukan teman-teman yang se visi dan sejalan dengan apa yang ia cari selama ini.

Hidup tidak hanya untuk kerja dan makan, tetapi harus ada keseimbangan antara jasmani dan rohani, mesti ada bekal yang harus di siapkan untuk bekal jangka panjang di Akherat nanti.

Dan saat itu Simul yang mulai beranjak dewasa mulai menemukan jalan yang ia cari.

Bersambung ...       

#Day10novAISEIWriting Challenge






 

Jumat, 13 November 2020

MERANTAU DAN GALAU


Simul Remaja yang mulai beranjak dewasa ternyata tak mampu bertahan untuk mengabdikan hidupnya memajukan kampung halamannya.

Lulus SMEA dia langsung  meninggalkan kampung halaman tercinta dengan meninggalkan kedua orang tuanya untuk mengadu nasib ke kota Jakarta.

Kenangan-kenangan indah saat dia aktif di IRMA (Ikatan Remaja Masjid Al-Amin) dan PSPN (Persatuan Sepak bola Putra Ngadipiro) pun tak mampu menahannya untuk tetap bertahan dan mengembangkan organisasi ini sebagai wadah bersosialisasi dan pengembangan diri.

Keberangkatan menuju ibukota sudah di nanti-nanti, tiket bis sudah di pesan, surat pindah kependudukan sudah di urus, ijazah dan semua surat-surat sudah lengkap untuk bekal persiapan melamar pekerjaan. 

Impiannya hanya sederhana, bisa bekerja di kantor sebagai administrasi di  belakang meja dan bekerja menggunakan komputer. Sangat sederhana.

Setibanya di Jakarta, dia bingung, apa yang dia bayangkan selama ini ternyata jauh panggang dari api, ia menumpang tinggal bersama kakaknya yang bekerja sebagai sopir pribadi, pagi berangkat sore menjelang Maghrib baru pulang, terkadang malam baru pulang.

Praktis Simul mesti melamar pekerjaan sendiri tanpa bantuan siapa-siapa. Bahkan untuk mengurus KTP DKI pun ia harus beranikan diri jalan sendiri ke Kelurahan dan kantor kependudukan. Dengan berbekal surat pindah dari kampungnya.

Koran Pos Kota adalah langganannya waktu itu, bukan berita kriminal atau kisah kartun Si Otoy yang ia baca, tapi informasi Lowongan pekerjaan yang ia pantengin setiap hari. Setiap ada lowongan ya g membutuhkan tenaga administrasi ia tandai, kemudian besoknya ia datangi dengan naik metromini atau kopaja.

Siang atau sore selepas melamar pekerjaan di perkantoran dan gedung-gedung bertingkat, ia kembali dengan membawa koran Pos Kota terbaru untuk berselancar mencari lowongan kerja lagi.

Sudah puluhan lowongan pekerjaan yang ia sambangi, namun pekerjaan itu tak kunjung ia dapatkan. Galau dan gundah gulana ia rasakan, harapan dan impian yang selama ini ia bayangkan ternyata benar-benar tidak sesuai dengan kenyataan.

Sementara dia sudah mendengar kabar, teman-teman sekelasnya dulu sudah banyak yang bekerja, ada yang di kantor, ada yang di Supermarket dan ada juga yang menjadi Sales.

Kegalauan hatinya cukup lama ia rasakan, "Ya Allah, mesti gimana lagi aku ini" ....,gumamnya saat duduk di depan Supermarket Aldiron Plaza Blok M pagi itu selepas membeli koran Pos Kota.

Ia melihat orang-orang hilir mudik di depan matanya, mereka setengah berlari mengejar bis kota untuk berangkat kerja. Sementara Simul duduk termenung sebagai seorang pengangguran. 

"Sampai kapan aku seperti ini ?" .....lirihnya dalam hati.


Bersambung .......... 

#Day10novAISEIWritingChallenge


MOMENTUM SAAT BACA BUKU

Aku termenung melihat buku kiriman bu Aam yang berjudul Mengukir Mimpi jadi Penulis Hebat, Sudah beberapa hari buku ini sampai di tanganku, kubaca judulnya, ku buka profil penulisnya, kata pengantar dari para pakar, ku buka bab demi bab.

ku baca penuh semangat sebagaimana semangat para pemateri di buku itu, semangat untuk menulis, semangat untuk berkarya dan semangat untuk menorehkan tinta sejarah untuk anak cucu nanti.

Buku itu dan komunitas belajar menulis telah merubah keraguanku karena kekuranganku, menjadi semangatku untuk melakukan sesuatu sebagai wujud perjuanganku menghasilkan karya nyata di dunia.

Karena itu semua, akhirnya kuputuskan untuk melanjutkan cerita tentang anak dusun yang tidak terkenal itu untuk menunjukkan perjuangannya menggapai mimpinya, mimpi yang bukan sekedar mendunia tetapi juga mengakherat.

Merindukan Mahkota Surga adalah impian yang tidak mustahil, itu impian yang bisa di rencanakan, tentu dengan perjuangan yang tidak ringan, dengan komitmen yang tinggi untuk melakukannya dan butuh evaluasi sampai akhir hayat kita.

Impian yang aneh ?
Bukan, ini bukan impian yang aneh, karena ini terkait dengan keimanan, terkait dengan keyakinan.

Baiklah, kita lanjutkan cerita tentang anak dusun itu yang sudah sampai di episode Merantau dan galau, selamat membaca !



<marquee>Bersambung</marquee>

#Day9novAISEIWritingChallenge





Rabu, 11 November 2020

CINTA PERTAMA PUTRIKU


Sebelum melanjutkan Menulis tentang tema besar Merindukan Mahkota Surga, saya menyelipkan moment istimewa ini untuk sekadar berbagi cerita dengan pembaca setia Blog Kang Mul Jozz.

Foto yang saya tampilkan ini kiriman putri sulung saya yang saat ini sudah mengajar di Ponpes Wadil Qur'an Serpong (Pengajar Program Tahfidzul Qur'an). Salma Nafisah namanya yang mempunyai arti Keselamatan yang tak ternilai, kira-kira begitu maknanya.

Harapan saya dan istri saya saat memberikan nama itu tentu ingin agar Putri sulung kami tersebut selalu selamat di dunia dan akherat dan juga bisa menjadi penolong kedua orangtuanya dengan do'a-doa terbaiknya.

Saat saya dan istri telah di panggil menghadap-Nya suatu saat nanti, dia (Salma) dan adik-adiknya selalu mendo'akan kami saat amal kami yang lain tak mampu berbuat apa-apa. Hanya Amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do'a anak yang shaleh dan shalehah yang bisa menembus langit menolong kami di alam kubur nanti.

Ayah adalah cinta pertama bagi Putrinya, kalimat itu sering terngiang di telinga saya dan menusuk tajam ke relung kalbu yang terdalam. 

Ada kekhawatiran, "apakah aku sebagai ayahnya mampu menjadi ayah yang di idamkannya ?" Pertanyaan itu mengusik saya, rasanya malu jika harus bertanya kepada ketiga Putri sholehah saya, khususnya si sulung yang mulai beranjak dewasa.

Kiriman foto ini sedikit menjawab pertanyaan saya selama ini, semoga kami sekeluarga selalu dalam lindungan dan kasih sayang Allah Subhanahu wata'ala.

#Day13novAISEIWritingChallenge

PENGALAMAN PERTAMA MENGAJAR


Masih berkisah tentang seorang anak Dusun di pojokan Propinsi DIY yang bercita-cita pergi ke kota untuk merubah nasib demi keluarga. 

Perjalanan panjang yang mengikuti arus takdir dari sang Maha Penentu keputusan hidup seseorang. begitupun dengan takdir yang di jalani anak dusun ini.

Sebelum hijrah menuju ke kota yang biasa jadi impian dan idaman anak-anak kampung, remaja tanggung ini sempat mengenyam pendidikan praktis berorganisasi melalui wadah IRMA (Ikatan Remaja Masjid Al-Amin) Ngadipiro Kidul.

Sekretaris dan Ketua adalah langganan jabatannya di organisasi mini lokal ini. Pernah satu ketika sebelum terpilih menjadi Ketua IRMA, Simul merasa ada yang aneh dengan pelaksanaan Voting yang dilakukan malam itu.

Kandidat kuat menjadi Ketua adalah calon incumbent yang cukup lama menjabat sebagai Ketua. Karena ingin suasana baru, remaja yang lain ingin melakukan pergantian Ketua dan Simul menjadi salah satu yang di jagokan.

Tibalah saatnya penghitungan suara. Panitia mulai membuka dan menghitung surat suara yang berbentuk gulungan kertas mirip kocokan arisan dan bertuliskan nama calon ketua (namanya juga voting ala dusun ...hehehe)

"Yanto" ..... Sah
"Yanto" ..... Sah
"Simul cerdas dan bijaksana" ......Sah
"Simul cerdas dan bijaksana" ...... Sah

Begitu seterusnya berselang seling antara Yanto (incumbent) dan Simul sang penantang, lucunya, setiap ada suara Simul selalu di sertai tulisan cerdas dan bijaksana, ini voting rada aneh, seperti ada yang menggerakkan dan memberikan komanda untuk menambahkan tulisan itu.

Di akhir voting akhirnya Simul memperoleh suara terbanyak dan secara otomatis menjadi ketua IRMA periode itu.

Sejak menjabat sebagai ketua, Simul makin aktif di kegiatan masjid. Beberapa hal yang ditekankan oleh ketua baru adalah penertiban administrasi, laporan keuangan dan lain-lain yang di ketik memakai mesin ketik manual jaman dulu (1993).

Hal lain yang menjadi prioritas pengurus baru adalah memakmurkan TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) yang mulai berkoordinasi dengan BAMUSTAMAS (Badan Musyawarah Takmir Masjid) sekecamatan Semin.

Sudah mulai di adakan wisuda TPA bagi yang lulus Iqro 6 dan menuju Juz 'Amma. Simul yang mulai sekolah di SMEA Muhammadiyah Semin ikut aktif mengajar TPA, mengajar Iqro adik-adik SD dan SMP yang ada di dusunnya.

Pengalaman pertama mengajar Iqro saat itu sungguh menjadi pengalaman berharga dalam hidupnya, bagaimana harus bersabar membimbing anak orang, harus sabar mengarahkan anak-anak yang mempunyai katakter yang berbeda-beda ......

Bersambung .......

#Day8novAISEIWritingChallenge



Selasa, 10 November 2020

PIDATO PERDANA

                 Foto hanya Ilustrasi

Tak terasa Simul Kecil sudah mulai beranjak remaja, dia melanjutkan sekolahnya di SMP Negri 1 Semin, berjarak 5 Km dari rumah orang tuanya.

Simul berangkat ke sekolah bersama teman-temannya naik angkot, ongkos kala itu Rp. 50,- sekali jalan, jadi Pergi pulang Rp. 100,- itu tarif naik angkot anak sekolah sekitar tahun 1990 an di Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul.

Tambah usia, tambah keberanian dan tambah teman, itulah perkembangan yang terjadi pada Simul remaja. Meski dia anak Dusun yang kampungnya belum berlistrik, tapi harapan dan cita-citanya terang benderang.

Secara akademis Simul remaja termasuk yang cukup bagus karena selalu peringkat 3 besar di kelasnya, bahkan ketika masuk SMP Negri 1 Semin, NEM nya (Nilai Ebtanas Murni), kalau sekarang nilai UN, peringkat ke-6 dari 300 an siswa yang mendaftar .

Pengalaman berharga pertama kali datang ke kota kecamatan adalah saat Simul bersama Tri wandono dan Saltini mewakili SD se-Rejosari (tingkat desa) ikut lomba Cerdas Cermat Agama (CCA) tingkat kecamatan.

Meski tak berhasil menjadi juara 1, tapi moment itu telah membuat Simul Dkk menjadi lebih PD ( Percaya Diri) dan menambah pengalaman tampil di tingkat kecamatan.

Sementara pidato perdananya Simul, dia tampilkan saat lomba pidato di Masjid Al-Amin saat bulan Ramadhan dan berhasil menjadi juara 1. Metode yang di pakai adalah menghafal naskah yang sudah di buat sebelumnya.

Sejak itu, Simul selalu tampil mengikuti lomba-lomba apa saja yang berkaitan dengan agama, baik lomba di Masjid dusunnya juga lomba yang di adakan oleh sekolah. Dia menganggap penting mengikuti lomba-lomba itu sebagai ajang pembelajaran tampil di depan umum.


Bersambung ......  

#Day7novAISEIWritingChallenge







Hanya 100 Ribu Harga Suaramu di Pemilu

PEMILU Si Pembuat Pilu Tahun 2024 Indonesia menggelar Pemilu Pilpres dan Pileg. Ada yang menarik untuk dibahas dan dianalisis, yaitu fenomen...